Terapi non
farmakologi
1. Edukasi pasien
Edukasi
pasien dan keluarga, untuk menjadi mitra dokter dalam penatalaksanaan asma.
Edukasi kepada pasien/keluarga bertujuan untuk
1. meningkatkan pemahaman (mengenai penyakit asma secara umum dan pola
penyakit asma sendiri
2. meningkatkan keterampilan (kemampuan dalam penanganan asma sendiri/asma
mandiri) meningkatkan kepuasan
3. meningkatkan rasa percaya diri
4. meningkatkan kepatuhan (compliance) dan penanganan mandiri
5. membantu pasien agar dapat melakukan penatalaksanaan dan mengontrol
asma
Bentuk
pemberian edukasi
1.
Komunikasi/nasehat saat berobat
2. Ceramah
3. Latihan/training
4. Supervisi
5. Diskusi
6. Tukar menukar informasi (sharing
of information group)
7. Film/video presentasi
8. Leaflet, brosur, buku
bacaan
Komunikasi yang baik adalah kunci kepatuhan pasien, upaya meningkatkan
kepatuhan pasien dilakukan dengan :
1. Edukasi dan mendapatkan
persetujuan pasien untuk setiap tindakan/penanganan yang akan dilakukan.
Jelaskan sepenuhnya kegiatan tersebut dan manfaat yang dapat dirasakan pasien
2. Tindak lanjut (follow-up).
Setiap kunjungan, menilai ulang penanganan yang diberikan dan bagaimana pasien
melakukannya. Bila mungkin kaitkan dengan perbaikan yang dialami pasien (gejala
dan faal paru).
3. Menetapkan rencana pengobatan
bersama-sama dengan pasien.
4. Membantu pasien/keluarga dalam
menggunakan obat asma.
5. Identifikasi dan atasi hambatan
yang terjadi atau yang dirasakan pasien, sehingga pasien merasakan manfaat
penatalaksanaan asma secara konkret.
6. Menanyakan kembali tentang rencana
penganan yang disetujui bersama dan yang akan dilakukan, pada setiap kunjungan.
7. Mengajak keterlibatan keluarga.
8. Pertimbangkan pengaruh agama,
kepercayaan, budaya dan status sosioekonomi yang dapat berefek terhadap
penanganan asma
2. Pengukuran peak flow meter
Perlu dilakukan pada pasien dengan asma sedang sampai berat. Pengukuran
Arus Puncak Ekspirasi (APE) dengan Peak Flow Meter ini dianjurkan pada :
a.
Penanganan serangan akut di gawat
darurat, klinik, praktek dokter dan oleh pasien di rumah.
b.
Pemantauan berkala di rawat jalan,
klinik dan praktek dokter.
c.
Pemantauan sehari-hari di rumah,
idealnya dilakukan pada asma persisten usia di atas > 5 tahun, terutama bagi
pasien setelah perawatan di rumah sakit, pasien yang sulit/tidak mengenal
perburukan melalui gejala padahal berisiko tinggi untuk mendapat serangan yang
mengancam jiwa.
Pada asma mandiri pengukuran APE dapat
digunakan untuk membantu pengobatan seperti:
Mengetahui apa yang membuat asma
memburuk
Memutuskan apa yang akan dilakukan bila
rencana pengobatan berjalan baik
Memutuskan apa yang akan dilakukan jika
dibutuhkan penambahan atau penghentian obat
Memutuskan kapan pasien meminta bantuan
medis/dokter/IGD
3. Identifikasi dan mengendalikan faktor
pencetus
4. Pemberian oksigen
5. Banyak minum untuk menghindari
dehidrasi terutama pada anak-anak
6. Kontrol secara teratur
7. Pola hidup sehat
Dapat
dilakukan dengan :
Penghentian
merokok
Menghindari
kegemukan
Kegiatan
fisik misalnya senam asma
Terapi
farmakologi
1. Simpatomimetik
Mekanisme Kerja
Kerja
farmakologi dari kelompok simpatomimetik ini adalah sebagai berikut :
1. Stimulasi
reseptor α adrenergik yang mengakibatkan terjadinya vasokonstriksi, dekongestan
nasal dan peningkatan tekanan darah.
2. Stimulasi
reseptor β1 adrenergik sehingga terjadi peningkatan kontraktilitas dan irama jantung.
3. Stimulasi
reseptor β2 yang menyebabkan bronkodilatasi, peningkatan klirens mukosiliari,
stabilisasi sel mast dan menstimulasi otot skelet.
Selektifitas
relatif obat-obat simpatomimetik adalah faktor penentu utama penggunaan secara
klinik dan untuk memprediksi efek samping yang umum. Obat simpatomimetik
selektif β2 memiliki manfaat yang besar dan bronkodilator yang paling efektif
dengan efek samping yang minimal pada terapi asma. Penggunaan langsung melalui
inhalasi akan meningkatkan bronkoselektifitas, memberikan efek yang lebih cepat
dan memberikan efek perlindungan yang lebih besar terhadap rangsangan (misalnya
alergen, latihan) yang menimbulkan bronkospasme dibandingkan bila diberikan
secara sistemik. Pada tabel 2 dapat dilihat perbandingan efek farmakologi dan
sifat farmakokinetik berbagai obat simpatomometik yang digunakan pada terapi
asma.
Indikasi
Agonis
β2 kerja diperlama (seperti salmeterol dan furmoterol) digunakan, bersamaan
dengan obat antiinflamasi, untuk kontrol jangka panjang terhadap gejala yang
timbul pada malam hari. Obat golongan ini juga dipergunakan untuk mencegah
bronkospasmus yang diinduksi oleh latihan fisik. Agonis β2 kerja singkat
(seperti albuterol, bitolterol, pirbuterol, terbutalin) adalah terapi pilihan
untuk menghilangkan gejala akut dan bronkospasmus yang diinduksi oleh latihan
fisik.
Efek
Samping
Efek samping umumnya berlangsung dalam waktu singkat dan tidak ada efek
kumulatif yang dilaporkan. Akan tetapi, tidak berarti pengobatan dihentikan,
pada beberapa kasus, perlu dilakukan penurunan dosis untuk sementara waktu.
Kontra
Indikasi
Obat simpatomimetik dikontraindikasikan untuk penderita; yang alergi
terhadap obat dan komponennya (reaksi alergi jarang terjadi), aritmia jantung
yang berhubungan dengan takikardia, angina, aritmia ventrikular yang memerlukan
terapi inotopik, takikardia atau blok jantung yang berhubungan dengan
intoksikasi digitalis (karena isoproterenol), dengan kerusakan otak organik,
anestesia lokal di daerah tertentu (jari tangan, jari kaki) karena adanya
risiko penumpukan cairan di jaringan (udem), dilatasi jantung, insufisiensi jantung,
arteriosklerosis serebral, penyakit jantung organik (karena efinefrin); pada
beberapa kasus vasopresor dapat dikontraindikasikan, glukoma sudut sempit, syok
nonafilaktik selama anestesia umum dengan hidrokarbon halogenasi atau
siklopropan (karena epinefrin dan efedrin).
Peringatan
Peringatan untuk pasien khusus : pergunakan
dengan perhatian untuk pasien dengan diabetes mellitus, hipertiroidisme,
hipertropi prostat (karena efedrin) atau riwayat seizure, geriatri,
psikoneurotik, riwayat asma bronkial dan emfisema pada penyakit jantung
degeneratif (karena efinefrin). Pada pasien dengan status asmatikus dan tekanan
gas darah abnormal mungkin tidak mengikuti hilangnya bronkospasmus secara nyata
setelah pemberian isoproterenol.
Diabetes : pemberian albuterol intra vena
dalam dosis besar dan terbuatalin intravena mungkin dapat memperparah diabetes
mellitus dan ketoasidosis yang sudah ada. Hubungan antara penggunaan albuterol
oral atau inhalasi dan terbutalin oral tidak diketahui. Pasien diabetes yang menggunakan
salah satu dari obat ini memerlukan peningkatan dosis insulin atau obat
hipoglikemik oral.
Efek pada jantung : gunakan obat-obat ini
dengan hati-hati pada pasien dengan gangguan fungsi jantung seperti
insufisiensi jantung, gangguan jantung iskemik, riwayat stroke, penyakit
jantung koroner, aritmia jantung, gagal jantung koroner dan hipertensi.
Pemberian epinefrin perlu dimonitor. Gagalnya induksi peningkatan tekanan darah
dapat
menyebabkan angina pektoris, ruptur aortik, atau hemoragi serebral, Pada
beberapa orang terjadi aritmia kardiak bahkan setelah dosis terapi.
Agonis beta adrenergik dapat menyebabkan efek kardiovaskular yang
bermakna, yang dapat diketahui dengan mengukur kecepatan ritme, tekanan darah,
gejala atau perubahan EKG (seperti mendatarnya gelombang T, perpanjangan dari
interval QTc dan depresi dari segmen ST). Dosis isoprotenolol dapat
meningkatkan kecepatan jantung lebih dari 130 detak permenit, yang dapat
meningkatkan kemungkinan terjadinya aritmia ventrikular.
Efedrin mungkin dapat menyebabkan hipertensi yang menimbulkan
pendarahan intrakranial. Hal ini dapat menginduksi nyeri angina pada pasien
dengan insufisiensi koroner atau sakit jantung iskemik.
Salmeterol inhalasi atau oral dosis tinggi (12 sampai 20 kali dosis
rekomendasi) berhubungan dengan perpanjangan interval QTc yang berpotensi untuk
menghasilkan angina ventrikular.
Paradoksial bronkospasmus : Pasien yang
menggunakan sediaan inhalasi berulang dan kadang mengalami resistensi paradoks
saluran pernafasan, penyebab hal ini belum diketahui. Bila hal ini terjadi
hentikan penggunaan obat ini dan cari terapi alternatif.
Respon dosis yang umum : sarankan pasien untuk
terus mengontak dokter jika tidak ada respon terhadap dosis simpatomimetik
umum. Terapi lebih jauh dengan aerosol isoproterenol tidak dianjurkan jika
setelah perawatan 3-5 kali dalam waktu 6-12 jam tidak menghasilkan keadaan yang
lebih baik.
Jika terjadi iritasi bronkial, gangguan saraf atau gangguan tidur,
dosis efineprin diturunkan. Jangan meneruskan penggunaan efineprin tapi hubungi
dokter jika gejala tidak hilang dalam 20 menit atau menjadi lebih parah.
Efek terhadap sistem saraf pusat : obat simpatomimetik dapat
menyebabkan stimulasi terhadap sistem saraf pusat.
Penggunaan untuk waktu lama : perpanjangan penggunaan efedrin dapat
menyebabkan kecemasan berulang, beberapa pasien mengalami gangguan sistem saraf
pusat, dalam hal ini mungkin diperlukan sedatif.
Gejala akut : jangan menggunakan salmeterol
untuk menghilangkan gejala asma akut. Pada pasien yang mengkonsumsi
simpatomimetik kerja cepat, penggunaan agonis β2 menjadi kurang efektif
(misalnya pasien memerlukan lebih banyak inhalasi dibandingkan biasa), evaluasi
medik diperlukan.
Penggunaan inhalasi berlebihan : kasus
kematian ditemukan, penyebab pastinya belum diketahui, tapi dicurigai
terjadinya penghentian fungsi jantung setelah terjadinya krisis asma akut yang
diikuti dengan hipoksia.
Morbiditas/mortalitas : Jadwalkan secara
teratur, penggunaan agonis beta setiap hari tidak dianjurkan.
Penggunaan bersama dengan agonis β2 kerja cepat : saat pasien memulai perawatan dengan salmeterol, berikan peringatan
kepada pasien yang telah menggunakan agonis β2 kerja cepat, inhalasi agonis β2
secara teratur untuk menghentikan rejimen harian mereka dan sampaikan kepada
pasien untuk menggunakan agonis β2 inhalasi kerja cepat untuk menghilangkan
gejala simpatomimetik jika pasien mengalami gejala yang bertambah parah saat
mengkonsumsi salmeterol.
Kegagalan atau overdosis injeksi intravena :
kegagalan atau overdosis injeksi intravena konvensional dari dosis epinefrin
dapat menyebabkan
hipertensi fatal/parah atau hemoragi serebrovaskular yang disebabkan
oleh peningkatan tajam tekanan darah. Kefatalan dapat terjadi karena edema
paru-paru akibat konstriksi perifer dan stimulasi jantung.
Reaksi hipersensitivitas : reaksi
hipersensitivitas dapat terjadi setelah pemberian bitolterol, albuterol,
metaproterenol, terbutalin, efedrin, salmeterol dan kemungkinan bronkodilator
lain.
Pasien lanjut usia : dosis yang lebih rendah
dapat diberikan untuk meningkatkan sensitivitas simpatomimetik.
Kehamilan : Terbutalin (kategori B),
Albuterol, Bitolterol, Efedrin, Efineprin, Isoetarin, Isoproterenol,
Metaproterenol, Salmeterol dan Pirbuterol (Kategori C).
Persalinan : penggunaan simpatomimetik β2
aktif menghambat kontraksi uterus. Reaksi lain termasuk peningkatan detak
jantung, hiperglisemia transien/singkat, hipokalemia, aritmia jantung, edema
paru-paru, iskemia serebral dan miokardiak dan peningkatan detak jantung fetus
dan hipoglikemia pada bayi. Meskipun efek ini tidak langsung pada penggunaan
aerosol, pertimbangkan efek samping yang tidak diinginkan.
Jangan menggunakan efedrin pada obstetri saat tekanan darah ibu lebih
dari 130/80.
Ibu menyusui : terbutalin, efedrin dan
epinefrin dieksresikan pada air susu. Tidak diketahui apakah ada obat lain yang
dieksresikan ke dalam air susu.
Anak-anak : Inhalasi : keamanan dan efikasi
penggunaan bitolterol, pirbuterol, isoetarin, salmeterol dan terbutalin pada
anak kurang dari 12 tahun dan lebih muda belum diketahui.Albuterol aerosol pada
anak-anak di bawah 4 tahun dan larutan albuterol untuk anak di bawah 2 tahun
juga belum diketahu keamanan dan efikasinya. Metoproterenol dapat digunakan
untuk anak berusia 6 tahun dan lebih.
Injeksi : terbutalin parenteral tidak
direkomendasikan untuk penggunaan pada anak kurang dari 12 tahun. Penggunaan
epinefrin pada bayi dan anak-anak harus berhati-hati. Kehilangan kesadaran
terjadi setelah pemberian obat pada anak-anak.
Sediaan Oral : terbutalin direkomendasikan
untuk penggunaan pada anak-anak kurang dari 12 tahun. Efikasi dan keamanan
albuterol belum diketahui untuk anak kurang dari 2 tahun (albutetol sirup), 6
tahun (albuterol tablet) dan 12 tahun (albuterol tablet kerja diperlambat).
Pada anak-anak, efedrin efektif untuk terapi oral asma. Karena efek
stimulannya, efedrin jarang digunakan tunggal. Efek ini biasanya ditunjukkan
dengan efek sedasi yang sesuai; namun rasionalitasnya dipertanyakan.
Perhatian
Toleransi : toleransi dapat terjadi pada
penggunaan simpatomimetik yang diperlama tapi penghentian sementara obat ini
akan tetap mempertahankan efektifitas awalnya.
Hipokalemia : terjadi penurunan kalium serum,
kemungkinan melalui mekanisme intracelluler shunting yang akan
menimbulkan efek yang tidak dinginkan pada sistem kardiovaskular.
Hiperglisemia : isoproterenol menyebabkan
hiperglisemia lebih lemah dibandingkan epinefrin.
Penyakit Parkinson : epinefrin dapat
menyebabkan peningkatan rigiditas dan tremor secara temporer.
Penggunaan Parenteral : Penggunaan epinefrin
dilakukan dengan sangat berhati-hati terutama penyuntikan pada bagian tubuh
tertentu yang disuplai oleh ujung arteri atau bagian lain dengan suplai darah
yang terbatas (seperti jari tangan, kaki, hidung, telinga atau organ genital),
atau jika ada penyakit vaskular perifer, untuk menghindari vasokonstriksi yang
disebabkan oleh penyumbatan jaringan.
Terapi kombinasi : penggunaan bersama obat
simpatomimetik lain tidak direkomendasikan karena dapat menyebabkan efek
kerusakan kardiovaskular. Jika pemberian rutin kombinasi obat diperlukan,
pertimbangkan terapi alternatif. Jangan menggunakan dua atau lebih
bronkodilator aerosol β adrenergik secara simultan karena menyebabkan efek
adiksi.
Pasien harus diberikan peringatan untuk tidak menghentikan atau
menurunkan terapi kortikosteroid tanpa pertimbangan medis, walau mereka sudah
merasa lebih baik ketika diterapi dengan agonis β2. Obat ini tidak digunakan
sebagai pengganti kortikosteroid oral atau inhalasi.
Penyalahgunaan Obat dan Ketergantungan :
penyalahgunaan efedrin dalam waktu lama dapat menyebabkan timbulnya gejala
skizoprenia paranoid. Pasien akan menunjukkan gejala sebagai berikut :
takikardia, higiene dan nutrisi yang rendah, demam, keringat dingin dan
dilatasi pupil. Beberapa tanda-tanda toleransi meningkat tapi adiksi tidak
timbul.
Interaksi Secara Umum
Interaksi banyak terjadi berkaitan dengan penggunaan simpatomimetik
sebagai vasopresor, sehingga perlu pertimbangan saat menggunakan bronkodilator
simpatomimetik. Obat-obat yang mungkin berinteraksi adalah antihistamin, bloker
alfa adrenergik, beta bloker, glikosida jantung, diuretik, alkaloid ergotamin,
furazolidon, anestesi umum, guanetidin, levotiroksin, metildopa, inhibitor
monoamin oksidase, nitrat, obat oksitoksik, fenotiazin, alkaloid rauwolfia,
antidepresan trisiklik, digoksin, teofilin, insulin atau obat hipoglikemik
oral.
Interaksi antara obat dan hasil laboratorium : isoproterenol
menyebabkan pengukuran level bilirubin yang berbeda dengan pengukuran in vitro
secara analisa multipel berturutan. Inhalasi isoproterenol mungkin menyebabkan
absorpsi yang cukup untuk meningkatkan kadar epinefrin di urin. Meskipun
peningkatan ini kecil pada dosis standar, tapi cenderung meningkat pada
pemberian dosis yang lebih besar.
2. Xantin
Mekanisme Kerja
Metilxantin (teofilin, garamnya yang mudah larut dan turunannya) akan
merelaksasi secara langsung otot polos bronki dan pembuluh darah pulmonal,
merangsang SSP, menginduksi diuresis, meningkatkan sekresi asam lambung,
menurunkan tekanan sfinkter esofageal bawah dan menghambat kontraksi uterus.
Teofilin juga merupakan stimulan pusat pernafasan. Aminofilin mempunyai efek
kuat pada kontraktilitas diafragma pada orang sehat dan dengan demikian mampu
menurunkan kelelahan serta memperbaiki kontraktilitas pada pasien dengan
penyakit obstruksi saluran pernapasan kronik.
Indikasi
Untuk menghilangkan gejala atau pencegahan asma bronkial dan
bronkospasma reversibel yang berkaitan dengan bronkhitis kronik dan emfisema.
Dosis
dan Cara Penggunaan
A.
Aminofilin
Status asmatikus seharusnya dipandang sebagai keadaan emergensi. Terapi
optimal untuk pasien asma umumnya memerlukan obat yang diberikan secara
parenteral, monitoring ketat dan perawatan intensif. Berikut adalah dosis untuk
pasien yang belum menggunakan teofilin.
Untuk pasien yang sudah menggunakan teofilin, pastikan jika
memungkinkan, waktu, jumlah, bentuk sediaan dan rute pemberian dari dosis
terakhir yang diterima pasien. Pemberian dosis awal dari aminofilin dapat
diberikan melalui intravena lambat atau diberikan dalam bentuk infus (biasanya
dalam 100-200 mL) dekstrosa 5% atau injeksi Na Cl 0,9%. Kecepatan pemberian
jangan melebihi 25 mg/mL. Setelah itu terapi pemeliharaan dapat diberikan
melalui infus volume besar untuk mencapai jumlah obat yang diinginkan pada
setiap jam. Terapi oral dapat langsung diberikan sebagai pengganti terapi
intravena, segera setelah tercapai kemajuan kesehatan yang berarti.
B.
Teofilin
Dosis yang diberikan tergantung individu. Penyesuaian dosis berdasarkan
respon klinik dan perkembangan pada fungsi paru-paru. Dosis ekivalen
berdasarkan teofilin anhidrat yang dikandung. Monitor level serum untuk level
terapi dari 10-20 mcg/mL.
Efek
Samping
Reaksi efek samping jarang terjadi pada level serum teofilin yang <
20 mcg/mL. Pada level lebih dari 20 mcg/mL : mual, muntah, diare, sakit kepala,
insomnia, iritabilitas. Pada level yang lebih dari 35 mcg/mL : hiperglisemia,
hipotensi, aritmia jantung, takikardia (lebih besar dari 10 mcg/mL pada bayi
prematur), seizure, kerusakan otak dan kematian.
Lain – lain : demam, wajah kemerah-merahan,
hiperglikemia, sindrom ketidaksesuaian dengan hormon antiduretik, ruam,
kerontokan pada rambut. Etildiamin pada aminofilin dapat menyebabkan reaksi
sensitivitas termasuk dermatitis eksfoliatif dan urtikaria.
Kardiovaskular : palpitasi, takikardia,
hipotensi, kegagalan sirkulasi, aritmia ventrikular.
Susunan Saraf Pusat : iritabilitas, tidak bisa
instirahat, sakit kepala, insomnia, kedutan dan kejang
Saluran Pencernaan : mual, muntah, sakit
epigastrik, hematemesis, diare, iritasi rektum atau pendarahan (karena
penggunaan supositoria aminofilin). Dosis terapetik teofilin dapat menginduksi
refluks esofageal selama tidur atau berbaring, meningkatkan potensi terjadinya
aspirasi yang dapat memperparah bronkospasmus.
Ginjal : proteinuria, potensiasi diuresis.
Respiratori: takhipnea, henti nafas.
Kontra
Indikasi
Hipersensitivitas terhadap semua xantin, peptik ulser, mengalami
gangguan seizure (kecuali menerima obat-obat antikonvulsan yang sesuai).
Aminofilin : hipersensitif terhadap etilendiamin. Supositoria aminofilin :
iritasi atau infeksi dari rektum atau kolon bagian bawah.
Peringatan
Status asmatikus : status asmatikus merupakan
keadaan emergensi dan tidak langsung memberikan respon terhadap dosis umum
bronkodilator. Sediaan teofilin oral tunggal tidak cukup untuk status asma.
Toksisitas : dosis berlebihan dapat
menyebabkan toksisitas parah, monitor level serum untuk memastikan manfaat
lebih besar daripada risiko. Efek samping serius seperti aritmia ventrikular,
konvulsi atau bahkan kematian dapat timbul sebagai tanda awal keracunan tanpa
ada peringatan awal. Tanda keracunan selanjutnya (mual dan tidak bisa
beristirahat) dapat sering timbul saat awal terapi yang bersifat sementara;
jika gejala-gejala ini masih ada selama terapi perawatan, hal ini mungkin
disebabkan oleh konsentrasi serum yang lebih besar dari 20mcg/mL. Toksisitas
serius tidak berhubungan dengan efek samping yang menjadi parah.
Efek pada Jantung : teofilin dapat menyebabkan
disaritmia atau memperparah aritmia yang ada.
Kehamilan : Kategori C
Laktasi : Teofilin terdistribusi ke dalam air
susu.
Anak-anak : belum ada penelitian yang
mendukung untuk bayi di bawah 1 tahun, bagaimanapun, ada bukti yang menunjukkan
bahwa penggunaan dosis yang direkomendasikan untuk bayi di atas 1 tahun mungkin
meningkatkan konsentrasi ke tingkatan toksik.
Perhatian
Perhatian untuk penyakit jantung, hipoksemia,
penyakit hati, hipertensi, gagal jantung kongestif, pecandu alkohol, pasien
lanjut usia dan bayi.
Efek pada saluran pencernaan : perhatian untuk
pasien peptik ulser, iritasi lokal mungkin terjadi, efek saluran pencernaan
akan meningkat secara sistemik untuk level serum yang lebih tinggi dari 20
mcg/mL. Penurunan tekanan pada esofageal bawah dapat menyebabkan refluks,
aspirasi dan memperparah kerusakan saluran pernapasan.
Interaksi
Secara Umum
Obat yang dapat menurunkan kadar teofilin termasuk aminoglutetimida,
barbiturat, hidantoin, ketokonazol, rifampin, perokok, sulfinperazon,
simpatomimetik (β-agonis), tioamin, karbamazepin, isoniazida dan diuretik kuat.
Obat yang dapat meningkatkan kadar teofilin termasuk alopurinol, beta
bloker non selektif, penghambat saluran kalsium, simetidin, kontrasepsi oral,
kortikosteroid, disulfiram, efedrin, vaksin virus influenza, interferon,
makrolida, meksiletin, kuinolon, tiabendazol, hormon tiroid, karbamazepin,
isoniazid dan diuretik kuat.
Obat-obat berikut dapat dipengaruhi oleh teofilin : benzodiazepin, β
agonis, halotan, ketamin, lithium, relaksan otot non depolarisasi, propofol,
ranitidin dan tetrasiklin. Probenesid akan meningkatkan efek difilin.
Interaksi Obat dengan Makanan : eleminasi
teofilin akan meningkat (mempersingkat waktu paruh) oleh karbohidrat rendah dan
diet protein tinggi. Kebalikannya, eleminasi menurun (memperpanjang waktu
paruh) dengan diet protein karbohidrat tinggi. Makanan akan mempengaruhi bioavailabilitas
dan absorpsi sediaan – sediaan lepas lambat. Beberapa sediaan lepas lambat akan
dilepaskan secara cepat karena pengaruh makanan sehingga akan menyebabkan
toksisitas.
3. Antikolinergik
A. Ipratropium Bromida
Mekanisme Kerja
Ipratropium untuk inhalasi oral adalah suatu antikolinergik
(parasimpatolitik) yang akan menghambat refleks vagal dengan cara mengantagonis
kerja asetilkolin. Bronkodilasi yang dihasilkan bersifat lokal, pada tempat
tertentu dan tidak bersifat sistemik. Ipratropium bromida (semprot hidung)
mempunyai sifat antisekresi dan penggunaan lokal dapat menghambat sekresi
kelenjar serosa dan seromukus mukosa hidung.
Indikasi
Digunakan dalam bentuk tunggal atau kombinasi dengan bronkodilator lain
(terutama beta adrenergik) sebagai bronkodilator dalam pengobatan bronkospasmus
yang berhubungan dengan penyakit paru-paru obstruktif kronik, termasuk
bronkhitis kronik dan emfisema.
Efek
Samping
Sakit punggung, sakit dada, bronkhitis, batuk, penyakit paru obstruksi
kronik yang semakin parah, rasa lelah berlebihan, mulut kering, dispepsia,
dipsnea, epistaksis, gangguan pada saluran pencernaan, sakit kepala, gejala
seperti influenza, mual, cemas, faringitis, rinitis, sinusitis, infeksi saluran
pernapasan atas dan infeksi saluran urin.
Kontra
Indikasi
Hipersensitif terhadap ipratropium bromida, atropin dan turunannya.
Peringatan
Bronkospasmus akut : aerosol ipratropium tidak
dianjurkan untuk pengobatan bronkospasmus akut dimana terapi darurat
diperlukan.
Pasien dengan risiko khusus : perhatian untuk
pasien dengan glukoma sudut sempit, hipertropi prostat atau kerusakan saluran
urin.
Reaksi hipersenstivitas : reaksi
hipersensitivitas segera akan terjadi setelah pemberian ipratropium seperti
urtikaria, angiodema, ruam, bronkospasmus, anafilaksis dan edema orofaringeal.
Kehamilan : Kategori B
Laktasi : Belum diketahui apakah obat ini
didistribusikan ke dalam air susu.
Anak-anak : keamanan dan efikasi aerosol pada
anak-anak belum diketahui. Sedangkan keamanan dan efikasi penggunaan larutan
pada anak di bawah 12 tahun belum diketahui.
Perhatian
Pasien dengan risiko khusus : perhatian untuk
pasien dengan glaukuma sudut sempit, hipertropi prostat atau kerusakan saluran
urin.
Interaksi
Secara Umum
Ipratropium telah digunakan bersamaan dengan obat-obat lain seperti
bronkodilator beta adrenergik, bronkodilator simpatomimetik, metilxantin,
steroid dan obat untuk penyakit paru-obstruksi kronis tanpa ada efek samping.
Agen antikolinergik : ada potensi interaksi
aditif pada pemberian berturut-turut dengan obat antikolinergik.
Larutan inkompatibilitas : berikan informasi
kepada pasien bahwa larutan inhalasi ipratropium dapat dimasukkan dalam
nebulizer dengan albuterol atau meteproterenol jika digunakan dalam waktu satu
jam.
B. Tiotropium Bromida
Mekanisme Kerja
Tiotropium adalah obat muskarinik kerja diperlama yang biasanya
digunakan sebagai antikolinergik. Pada saluran pernapasan, tiotropium
menunjukkan efek farmakologi dengan cara menghambat reseptor M3 pada otot polos
sehingga terjadi bronkodilasi. Bronkodilasi yang timbul setelah inhalasi
tiotropium bersifat sangat spesifik pada lokasi tertentu.
Indikasi
Tiotropium digunakan sebagai perawatan bronkospasmus yang berhubungan
dengan penyakit paru obstruksi kronis termasuk bronkitis kronis dan emfisema.
Dosis
dan Cara Penggunaan
1 kapsul dihirup, satu kali sehari dengan alat inhalasi Handihaler.
Cara Penggunaan :
Sebelum menggunakan, buka kemasan sampai satu kapsul terlihat jelas.
Dorong kemasan sampai pada tanda “STOP” pada blister untuk menghindari
terpaparnya kapsul lain. Segera pakai kapsul yang sudah terbuka/ jika tidak
efikasinya akan berkurang.
Buka bagian penutup serbuk dari handihaler dengan cara
menariknya ke atas, kemudian buka bagian yang akan dimasukkan ke dalam
mulut.
Masukkan kapsul ke dalam tabung. Tidak menjadi masalah, bagian mana
dari ujung kapsul yang akan dimasukkan ke dalam tabung.
Tutup bagian mulut tabung dengan rapat sampai terdengar bunyi “klik”
kemudian biarkan bagian penutup sebuk terbuka.
Pegang handihaler dengan kuat dengan bagian yang akan dimasukkan ke
dalam mulut menghadap ke atas, tekan bagian tombol yang tajam dan lepaskan. Ini
akan membuat lubang pada kapsul sehingga obat akan dibebaskan.
Buang napas. Jangan bernapas ke bagian tabung yang akan dimasukkan ke
dalam mulut untuk beberapa saat.
Handihaler dimasukkan ke dalam mulut dan tutup
bibir rapat-rapat dan tempelkan pada bibir tabung.
Tegakkan kepala dan tarik napas perlahan-lahan dan dalam tapi dengan
kecepatan yang cukup untuk mendengar vibrasi kapsul. Tarik napas sampai
paru-paru penuh kemudian tahan napas sedemikian sehingga terasa nyaman. Pada
saat yang bersamaan, lepaskan handihaler dari mulut. Bernapas seperti
biasa.
Untuk memastikan pemakaian dosis
tiotropium lengkap, ulangi hal ini sekali lagi.
Setelah melengkapi dosis tiotropium dalam sehari, buka bagian atas
tabung. ambil kapsul yang telah digunakan dan buang. Tutup bagian atas tabung
dan penutup serbuk dan simpan.
Efek Samping
Efek samping terjadi pada 3% pasien atau lebih, terdiri dari sakit
perut, nyeri dada (tidak spesifik), konstipasi, mulut kering, dispepsia, edema,
epistaksis, infeksi, moniliasis, myalgia, faringitis, ruam, rhinitis,
sinusitis, infeksi pada saluran pernapasan atas, infeksi saluran urin dan
muntah.
Kontra
Indikasi
Riwayat hipersensitif terhadap atropin atau turunannya, termasuk
ipratropium atau komponen sediaan.
Peringatan
Bronkospasma : tiotropium tidak diindikasikan
untuk perawatan episode awal bronkospasma (seperti terapi emergensi). Obat inhalasi termasuk tiotropium dapat menyebabkan bronkospama
paradoksikal. Bila hal ini terjadi, hentikan pengobatan dengan tiotropium dan
pertimbangkan obat lain.
Perpanjangan QT : pada uji coba acak, double
blind terhadap 198 pasien dengan penyakit paru-paru obstruktif kronik,
pasien yang menggunakan tiotropium mengalami perubahan interval QT sekitar
30-60 msec yang dibandingkan yang menggunakan plasebo. Tidak ada pasien yang
mengalami perubahan interval sampai dengan 500 msec.
Reaksi hipersensitif : reaksi hipersensitif
segera seperti angiodema dapat terjadi setelah pemberian tiotropium. Jika hal
ini terjadi, hentikan penggunaan tiotropium dan pertimbangkan obat lain.
Gangguan fungsi ginjal : gangguan ginjal
berkaitan dengan kadar obat di plasma dan penurunan klirens obat setelah infus
intravena dan inhalasi. Gangguan ginjal ringan (klirens kreatinin 50-80
mL/menit) meningkatkan konsentrasi plasma obat (peningkatan AUC 39% sesudah
pemberian infus). Gangguan ginjal berat pada pasien dengan paru obstruksi
kronis (klirens kreatinin < 50 mL/menit) meningkatkan konsentrasi plasma
obat (peningkatan AUC 82% sesudah pemberian infus), perubahan juga sama setelah
pemberian secara inhalasi. Monitor pasien dengan gangguan fungsi ginjal sedang
–berat ( kliren kreatinin ≤50 mL/menit).
Geriatri: Peningkatan usia sering berhubungan dengan penurunan klirens
ginjal. Pada studi kontrol plasebo, tingginya frekuensi kejadian mulut kering,
konstipasi, infeksi saluran urin ditemui dengan meningkatnya umur pada kelompok
yang menerima tiotropium.
Kehamilan: kategori C
Menyusui: Belum diketahui apakah titropium diekskresi ke air susu ibu.
Anak-anak: Efikasi dan keamanan belum diketahui.
Perhatian
Risiko khusus : sebagai antikolinergik, penggunaan tiotropium harus
disertai perhatian pada pasien dengan kondisi berikut : glukoma sudut sempit,
hiperplasia prostat, atau kerusakan saluran urin (tiotropium dapat memperparah
tanda dan gejala).
Interaksi
Secara Umum
Obat antikolinergik : penggunaan tiptropium bersamaan dengan obat antikolinergik
belum dipelajari, sehingga tidak direkomendasikan.
4. Kromolin Sodium dan Nedokromil
A.
Kromolin Natrium
Mekanisme Kerja
Kromolin merupakan obat antiinflamasi. Kromolin tidak mempunyai
aktifitas intrinsik bronkodilator, antikolinergik, vasokonstriktor atau
aktivitas glukokortikoid. Obat-obat ini menghambat pelepasan mediator, histamin
dan SRS-A (Slow Reacting Substance Anaphylaxis, leukotrien) dari sel
mast. Kromolin bekerja lokal pada paru-paru tempat obat diberikan.
Indikasi
Asma bronkial (inhalasi, larutan dan aerosol) :
sebagai pengobatan profilaksis pada asma bronkial. Kromolin diberikan teratur,
harian pada pasien dengan gejala berulang yang memerlukan pengobatan secara
reguler.
Pencegahan bronkospasma (inhalasi, larutan dan aerosol) : untuk mencegah bronkospasma akut yang diinduksi oleh latihan fisik,
toluen diisosinat, polutan dari lingkungan dan antigen yang diketahui.
Dosis
dan Cara Penggunaan
Larutan nebulizer : dosis awal 20 mg
diinhalasi 4 kali sehari dengan interval yang teratur. Efektifitas terapi
tergantung pada keteraturan penggunaan obat.
Pencegahan bronkospasma akut : inhalasi 20 mg
(1 ampul/vial) diberikan dengan nebulisasi segera sebelum terpapar faktor
pencetus.
Aerosol : untuk penanganan asma bronkial pada
dewasa dan anak 5 tahun atau lebih. Dosis awal biasanya 2 inhalasi, sehari 4
kali pada interval yang teratur. Jangan melebihi dosis ini. Tidak semua pasien
akan merespon dosis ini, dosis yang lebih rendah akan diperlukan pada pasien
yang lebih muda. Keefektifan pengobatan pada pasien asma kronik tergantung
kepada keteraturan penggunaan obat.
Pencegahan bronkospasma akut : dosis umum
adalah 2 inhalasi secara singkat (misalnya dalam 10 – 15 menit, tidak lebih
dari 60 menit) sebelum terpapar faktor pencetus.
Oral :
Dewasa : 2 ampul, 4 kali sehari, 30 menit
sebelum makan dan saat menjelang tidur.
Anak – anak 2 – 12 tahun: satu ampul, 4 kali
sehari, 30 menit sebelum makan dan saat menjelang tidur.
Jika dalam waktu 2-3 minggu perbaikan gejala tidak tercapai, dosis
harus ditingkatkan, tetapi tidak melebihi 40mg/kg/hari.
Efek Samping
Efek samping yang paling sering terjadi berhubungan dengan penggunaan
kromolin (pada penggunaan berulang) meliputi saluran pernapasan: bronkospasme
(biasanya bronkospasma parah yang berhubungan dengan penurunan fungsi
paru-paru/FEV1), batuk, edema laringeal (jarang), iritasi faringeal dan napas
berbunyi.
Efek samping yang berhubungan dengan penggunaan aerosol adalah iritasi
tenggorokan atau tenggorokan kering, rasa tidak enak pada mulut, batuk, napas
berbunyi dan mual.
Kontra
Indikasi
Hipersensitif terhadap kromolin atau komponen sediaan.
Peringatan
Asma akut : kromolin tidak diresepkan untuk
asma akut terutama status asmatikus, merupakan obat profilaksis yang tidak
efektif untuk keadaaan akut.
Reaksi hipersensitif : reaksi anafilaksis
parah dapat terjadi meski jarang.
Gangguan ginjal/hati : pada pasien dengan
gangguan ginjal/hati, dosis harus diturunkan atau hentikan penggunaan obat.
Kehamilan : Kategori B
Ibu menyusui : keamanan penggunaan untuk ibu
menyusui belum diketahui.
Anak-anak :
Aerosol : keamanan dan efikasi pada anak
kurang dari 2 tahun belum diketahui.
Oral : untuk bayi lebih dari 6 bulan,
pemberian tidak boleh lebih dari 20mg/kg/hari.
Perhatian
Pasien umumnya menjadi batuk setelah menggunaan sediaan inhalasi.
Asma dapat kambuh jika obat digunakan di bawah dosis yang rekomendasi
atau pada penghentian obat.
Karena propelan yang ada dalam sediaan, penggunaan ini harus disertai
perhatian pada pasien jantung koroner atau aritmia jantung.
B. Nedokromil Natrium
Mekanisme Kerja
Nedokromil merupakan anti-inflamasi inhalasi untuk pencegahan asma.
Obat ini akan menghambat aktivasi secara in vitro dan pembebasan mediator dari
berbagai tipe sel berhubungan dengan asma termasuk eosinofil, neutrofil,
makrofag, sel mast, monosit dan platelet. Nedokromil menghambat perkembangan
respon bronko konstriksi baik awal dan maupun lanjut terhadap antigen
terinhalasi.
Indikasi
Nedokromil diindikasikan untuk asma. Digunakan sebagai terapi
pemeliharaan untuk pasien dewasa dan anak usia 6 tahun atau lebih pada asma
ringan sampai sedang.
Dosis
dan Cara Penggunaan
2 inhalasi , empat kali sehari dengan interval yang teratur untuk
mencapai dosis 14 mg/hari.
Nedokromil dapat ditambahkan kepada obat pasien yang ada sebelumnya
(seperti bronkodilator). Jika efek pengobatan tercapai dan asma terkendali,
usaha untuk menurunkan penggunaan obat secara berturut-turut harus dilaksanakan
secara perlahan-lahan.
Efek
Samping
Efek samping yang terjadi pada penggunaan nedokromil bisa berupa batuk,
faringitis, rinitis, infeksi saluran pernapasan atas, bronkospasma, mual, sakit
kepala, nyeri pada dada dan pengecapan tidak enak.
Kontra
Indikasi
Hipersensitif terhadap nedokromil atau komponen sediaan.
Peringatan
Bronkospasma akut : Nedokromil bukan bronkodilator, dan tidak digunakan
untuk bronkospasma akut, khususnya status asmatikus.
Kehamilan : kategori B
Ibu menyusui : belum diketahui apakah obat
terdistribusi ke dalam air susu.
Anak – anak : keamanan dan efikasi pada anak
di bawah 6 tahun belum diketahui.
Perhatian
Sediaan inhalasi dapat menyebabkan batuk dan bronkospasma pada beberapa
pasien. Jika terapi steroid inhalasi atau sistemik dihentikan, pasien harus
dimonitor.
5. Kortikosteroid
Mekanisme
Kerja
Obat-obat ini merupakan steroid adrenokortikal steroid sintetik dengan
cara kerja dan efek yang sama dengan glukokortikoid. Glukokortikoid dapat
menurunkan jumlah dan aktivitas dari sel yang terinflamasi dan meningkatkan
efek obat beta adrenergik dengan memproduksi AMP siklik, inhibisi mekanisme
bronkokonstriktor, atau merelaksasi otot polos secara langsung. Penggunaan
inhaler akan menghasilkan efek lokal steroid secara efektif dengan efek
sistemik minimal.
Indikasi
Terapi pemeliharaan dan propilaksis asma, termasuk pasien yang
memerlukan kortikosteoid sistemik, pasien yang mendapatkan keuntungan dari
penggunaan dosis sistemik, terapi pemeliharaan asma dan terapi profilaksis pada
anak usia 12 bulan sampai 8 tahun. Obat ini tidak diindikasikan untuk pasien asma
yang dapat diterapi dengan bronkodilator dan obat non steroid lain, pasien yang
kadang-kadang menggunakan kortikosteroid sistemik atau terapi bronkhitis non
asma.
Efek Samping
Lokal : iritasi tenggorokan, suara serak,
batuk, mulut kering, ruam, pernafasan berbunyi, edema wajah dan sindrom flu.
Sistemik : depresi fungsi
Hypothalamic-Pituitary-Adrenal (HPA). Terjadinya kematian yang disebabkan oleh
insufisiensi adrenal dan setelah terjadinya peralihan dari kortikosteroid
sistemik ke aerosol.
Beclomethason: efek samping terjadi pada 3%
pasien atau lebih, seperti sakit kepala, kongesti nasal, dismenorea, dispepsia,
rhinitis, faringitis, batuk, infeksi saluran pernapasan atas, infeksi virus dan
sinusitis.
Budesonid : efek samping terjadi pada 3%
pasien atau lebih, seperti nyeri, sakit punggung, infeksi saluran pernapasan
atas, sinusitis, faringitis, batuk, konjungtivitis, sakit kepala, rhinitis,
epistaksis, otitis media, infeksi telinga, infeksi virus, gejala flu, perubahan
suara.
Flunisolid : efek samping terjadi pada 3 %
atau lebih pasien seperti palpitasi, nyeri dada, pusing, iritabilitas, nervous,
limbung, mual, muntah, anoreksia, nyeri dada, infeksi saluran pernapasan atas,
kongesti hidung dan sinus, pengecapan tidak enak, kehilangan indra penciuman
dan pengecapan, edema, demam, gangguan menstruasi, eksim, gatal-gatal/pruritus,
ruam, sakit tenggorokan, diare, lambung sakit, flu, kandidiasis oral, sakit
kepala, rhinitis, sinusitis, gejala demam, hidung berair, sinusitis,
infeksi/kerusakan pada sinus, suara serak, timbul sputum, pernafasan berbunyi,
batuk, bersin dan infeksi telinga.
Flutikason : efek samping terjadi pada 3% atau
lebih pasien seperti sakit kepala, faringitis, kongesti hidung, sinusitis,
rhinitis, infeksi saluran pernapasan atas, influenza, kandidiasis oral, diare,
disfonia, gangguan menstruasi, hidung berair, rhinitis alergi dan demam.
Triamsinolon : reaksi efek samping terjadi
pada 3% atau lebih pasien seperti faringitis, sinusitis, sindrom flu, sakit
kepala dan sakit punggung.
Kontra Indikasi
Bronkospasma akut yang membaik, terapi utama pada status asmatikus atau
episode asma akut lain yang memerlukan tindakan intensif, hipersensitif
terhadap beberapa komponen, infeksi jamur sistemik, kultur sputum menunjukkan
hasil positif untuk Candida albicans.
Peringatan
Infeksi : terjadi infeksi jamur lokal yang
disebabkan oleh Candida albicans atau Aspergillus niger pada
mulut, faring dan secara umum pada laring. Kejadian infeksi secara klinik masih
rendah dan mungkin memerlukan terapi anti jamur atau penghentian terapi aerosol
steroid. Penggunaan kortikosteroid inhalasi harus disertai perhatian, termasuk
pada pasien dengan infeksi TB saluran pernapasan pasif atau aktif, infeksi
bakteri, parasit atau virus, atau herpes simpleks okular.
Asma akut : golongan kortikosteroid bukan
merupakan bronkodilator dan tidak digunakan untuk menghilangkan bronkospama
parah.
Bronkospasma : Bronkospasma dapat terjadi
dengan peningkatan mengik (nafas berbunyi) setelah permberian obat, obati
segera dengan bronkodilator inhalasi kerja cepat.
Kombinasi dengan Prednisolon : terapi
kombinasi dari kortikosteroid inhalasi dengan kortikosteroid sistemik akan
meningkatkan risiko supresi HPA, dibandingkan terapi dengan salah satu obat
saja. Penggunaan kortikosteroid inhalasi disertai perhatian pada pasien yang
telah menerima prednison.
Terapi Pengganti : perpindahan dari terapi
steroid dapat menyebabkan kekambuhan kondisi alergi yang sebelumnya ditekan. Selama
penghentian terapi steroid oral, beberapa pasien mungkin mengalami
gejala-gejala tertentu yang berhubungan dengan penghentian obat tanpa
mempengaruhi efek fungsi pernapasan pada dosis pemeliharaan atau perawatan.
Kehamilan : kategori C ; budesonid kategori B
.
Kehamilan : Glukokortikoid diekskresikan pada
air susu. Tidak diketahui apakah kortikosteroid inhalasi juga dieksresikan pada
air susu, kemungkinan besar terekskresi ke dalam air susu.
Anak-anak : belum ada informasi yang
memadai tentang keamanan penggunaan flutikason dan beklometason pada anak-anak
kurang dari 6 tahun atau kurang dari 12 tahun. Monitor pertumbuhan anak-anak
dan remaja karena ada bukti bahwa penggunaan kortikosteroid dosis tinggi pada
waktu yang lama akan menekan pertumbuhan.
Perhatian
Penghentian steroid : selama penghentian
steroid oral, beberapa pasien mungkin mengalami gejala penghentian terapi aktif
dengan steroid sistemik (seperti contoh : sakit sendi atau otot, lelah,
depresi) tanpa mempengaruhi efek fungsi pernapasan pada dosis pemeliharaan atau
perawatan. Meskipun gejala ini bersifat sementara dan tidak parah, dapat
menimbulkan keparahan dan bahkan kekambuhan asma jika dosis kortikosteroid
sebelumnya melebihi dosis prednison 10mg/hari atau ekivalen.
Supresi HPA : Pada pasien yang responsif,
kortikosteroid inhalasi memerlukan kontrol gejala asma dengan supresi HPA yang
rendah. Karena obat-obat ini diabsorbsi dan bersifat aktif secara sistemik,
efek yang bermanfaat dalam meminimaliskan atau mencegah disfungsi HPA hanya
mungkin jika dosis yang direkomendasi tidak dilampaui. Observasi pasien setelah
pemakaian atau selama terjadi penurunan fungsi adrenal.
Flunisolid : karena ada kemungkinan absorpsi
sistemik yang lebih tinggi, monitor pasien yang menggunakan flunisolid (ada
beberapa bukti terjadi efek steroid sistemik). Jika hal ini terjadi, hentikan
penggunaan obat secara perlahan, sesuai dengan prosedur penghentian
kortikosteroid oral. Jika flunisolid digunakan dalam waktu yang lama dengan
dosis 2 mg/hari, monitoring pasien secara periodik terhadap efek HPA.
Glukoma : jarang terjadi kasus glukoma,
peningkatan tekanan intraokular dan katarak juga terjadi setelah pemberian
kortikosteroid inhalasi.
Efek jangka panjang : efek pemakaian
glukokortikoid inhalasi belum diketahui. Meski belum ada bukti klinik terjadinya
efek samping, efek lokal dan sistemik dari proses imunologi pada mulut, faring,
trakea dan paru-paru belum diketahui.
Belum ada informasi tentang efek akut, berulang atau kronik pada
infeksi paru-paru (termasuk tuberkulosis akut atau tidak aktif) atau efek pada
paru-paru atau jaringan lain akibat penggunaan yang lama.
Infiltrasi Paru-paru : infiltrasi paru-paru
dengan eosinofila mungkin terjadi pada penggunaan beklometason atau flunisolid.
Hambatan pada kecepatan pertumbuhan : ikuti
pertumbuhan pada remaja setelah penggunaan kortikosteroid dan pertimbangkan
manfaat terapi kortikosteroid dan pengendalian asma terhadap kemungkinan
terjadi hambatan pertumbuhan.
Interaksi Secara Umum
Ketokonazol : inhibitor kuat dari sitokrom
P450 3A4 yang dapat meningkatkan kadar plasma budesonid dan fluticason setelah
pemberian secara bersamaan. Dampak klinik belum diketahui. Gunakan dengan
perhatian.
6. Antagonis Reseptor Leukotrien
A.
Zafirlukast
Mekanisme Kerja
Zafirlukast adalah antagonis reseptor leukotrien D4 dan E4 yang
selektif dan kompetitif, komponen anafilaksis reaksi lambat (SRSA - slow-reacting
substances of anaphylaxis). Produksi leukotrien dan okupasi reseptor
berhubungan dengan edema saluran pernapasan, konstriksi otot polos dan
perubahan aktifitas selular yang berhubungan dengan proses inflamasi, yang
menimbulkan tanda dan gejala asma.
Indikasi
Profilaksis dan perawatan asma kronik pada dewasa dan anak di atas 5
tahun.
Dosis dan Cara Penggunaan
Dewasa dan anak > 12 tahun : 20 mg, dua kali sehari
Anak 5 – 11 tahun : 10 mg, dua kali sehari.
Oleh karena makanan menurunkan bioavailabilitas zafirlukast,
penggunaannya sekurang-kurangnya satu jam sebelum makan atau 2 jam setelah
makan.
Efek
Samping
Efek samping terjadi pada 3% pasien seperti sakit kepala, mual dan
infeksi.
Kontra
Indikasi
Hipersensitif terhadap komponen sediaan.
Peringatan
Serangan asma akut : zafirlukast tidak
diindikasikan untuk penggunaan kekambuhan bronkospasma pada serangan asma akut,
termasuk status asmatikus. Teruskan penggunaan zafirlukast selama terjadi
keparahan asma akut.
Infeksi : terjadi peningkatan infeksi pada
pasien lebih dari 55 tahun yang menggunakan zafirlukast dibandingkan pada
pasien yang menggunakan plasebo.
Reaksi Hipersensitifitas : reaksi
hipersensitifitas, seperti urtikaria, angiodema dan ruam dengan atau tanpa
berair.
Gangguan fungsi hati : klirens zafirlukast
menurun pada pasien yang mengalami kerusakan fungsi hati.
Pasien lanjut usia : klirens zafirlukast
menurun pada pasien lanjut usia > 65 tahun, konsentrasi plasma
maksimum (Cmax) dan area bawah kurva (AUC) dua kali lipat dibandingkan pasien
lebih muda.
Kehamilan : kategori B
Ibu Menyusui : Zafirlukast diekskresikan pada
air susu.
Anak-anak : keamanan dan efektifitas
zafirlukast pada pasien kurang dari 5 tahun tidak diketahui.
Perhatian
Hepatoksisitas : meskipun jarang ; terjadi
peningkatan satu atau lebih enzim liver pada pasien yang menggunakan
zafirlukast. Hal ini umumnya terjadi pada penggunaan dosis 4 kali lebih besar
dari dosis rekomendasi. Kasus yang lebih sering terjadi pada perempuan, gejala
hepatitis tanpa sebab, hiperbilirubinemia tanpa peningkatan uji fungsi hati.
Sebagian besar gejala akan hilang dan kembali normal/mendekati normal setelah
zafirlukas dihentikan. Bila dicurigai terjadi gangguan fungsi hati hentikan
pengobatan.
Eosinofilia : dapat terjadi eosinofilia, ruam
pembuluh darah, gejala pulmonari yang lebih parah, komplikasi jantung, atau
neuropati. Pada kasus yang lebih jarang, penggunaan zafirlukast bisa
menyebabkan eosinifil sistemik. Hal ini biasanya, tapi tidak selalu,
berhubungan dengan penurunan dosis kortikosteroid oral.
Interaksi
Secara Umum
Zafirlukast dapat menginhibisi isoenzim sitokrom P450 2C9 dan 3A4,
penggunaan zafirlukast bersamaan dengan obat-obat yang dimetabolisme oleh obat
ini harus disertai perhatian.
Obat – obat yang dapat mempengaruhi zafirlukast adalah aspirin,
eritromisin dan teofilin. Obat-obat yang dapat dipengaruhi zafirlukast adalah
warfarin. Bioavailabilitas zafirlukast menurun jika digunakan bersamaan
makanan. Oleh karena itu penggunaan zafirlukast sekurang-kurangnya satu jam
sebelum makan atau dua jam setelah makan.
B. Montelukast Sodium
Mekanisme Kerja
Montelukast adalah antagonis reseptor leukotrien selektif dan aktif
pada penggunaan oral, yang menghambat reseptor leukotrien sisteinil (CysLT1).
Leukotrien adalah produk metabolisme asam arakhidonat dan dilepaskan dari sel
mast dan eosinofil. Produksi leukotrien dan okupasi reseptor berhubungan dengan
edema saluran pernapasan, konstriksi otot polos dan perubahan aktifitas selular
yang berhubungan dengan proses inflamasi, yang menimbulkan tanda dan gejala
asma.
Indikasi
Profilaksis dan terapi asma kronik pada dewasa dan anak-anak > 12
bulan.
Efek
Samping
Asma : efek samping terjadi lebih pada 3%
pasien seperti influenza. Pada anak 6-12 tahun, efek samping yang terjadi
dengan frekuensi 2 % adalah diare, laringitis, faringitis, mual, otitis,
sinusitis, infeksi virus. Pada anak 2-5 tahun, efek samping yang terjadi dengan
frekuensi 2% adalah rinorea, otitis, sakit telinga, bronkhitis, sakit lengan,
rasa haus, bersin-bersin, ruam dan urtikaria.
Kontra
Indikasi
Hipersensitivitas terhadap komponen sediaan.
Peringatan
Serangan asma akut : montelukast tidak
diindikasikan untuk penggunaan serangan asma akut, termasuk status asmatikus.
Beri nasehat kepada pasien untuk mengambil tindakan emergensi yang sesuai.
Terapi montelukast dapat diteruskan selama terjadi kekambuhan asma akut.
Pasien lanjut usia : waktu paruh plasma
menjadi lebih panjang pada pasien lanjut usia. Tidak diperlukan penyesuaian
dosis.
Kehamilan : Kategori B.
Ibu menyusui : belum diketahui apakah
montelukast diekskresikan ke dalam air susu.
Perhatian
Bronkokonstriksi yang diinduksi aktivitas fisik: jangan menggunakan
montelukast sebagai terapi tunggal. Pasien harus terus menggunakan regimen umum
dari antagonis beta inhalasi sebagai profilaksis dan menggunakan agonis beta
kerja cepat inhalasi untuk keadaan emergensi.
Penggunaan bersama kortikosteroid: selama penggunaan kortikosteroid
inhalasi diturunkan, montelukast jangan dianggap sebagai pengganti
kortikosteroid oral atau inhalasi.
Eosinofilia : dapat terjadi eosinofilia, ruam pembuluh darah,
memperparah gejala pulmonari, komplikasi jantung, atau neuropati. Pada kasus
yang lebih jarang, penggunaan montelukast bisa menyebabkan eosinifil sistemik.
Hal ini mungkin berhubungan dengan penurunan dosis kortikosteroid oral.
Fenilketonuria : pasien fenilketonuria harus diberi peringatan bahwa
4-5 mg tablet kunyah mengandung fenilalanin.
Interaksi
Secara Umum
Fenobarbital dan prednison mungkin berinteraksi dengan montelukast.
C. Zilueton
Mekanisme Kerja
Zilueton adalah inhibitor spesifik 5-lipoksigenase dan selanjutnya
menghambat pembentukan (LTB1, LTC1, LTD1, Lte1).
Indikasi
Profilaksis dan terapi asma kronik pada dewasa dan anak > 12
tahun.
Dosis
dan Cara Penggunaan
Dosis zilueton untuk terapi asma adalah 600 mg, 4 kali sehari. Untuk
memudahkan pemakaian, zilueton dapat digunakan bersama makanan dan pada malam
hari.
Efek
Samping
Efek samping terjadi pada 3% pasien atau lebih seperti sakit kepala,
nyeri, sakit perut, rasa lelah, dispepsia, mual, myalgia.
Kontra
Indikasi
Pasien penyakit liver atau kenaikan transaminase 3 kali atau lebih di
atas normal, hipersensitivitas terhadap zilueton atau beberapa komponen
sediaan.
Peringatan
Hepatoksisitas : kenaikan satu level atau
lebih pada hasil tes fungsi hati mungkin terjadi selama terapi menggunakan
zilueton. Hasil laboratorium ini mungkin terus naik, tetap atau menurun selama
terapi.
Serangan asma akut: zilueton tidak
diindikasikan untuk penggunaan dalam kekambuhan bronkospasma pada serangan asma
akut, termasuk status asmatikus.
Hematologi : penurunan jumlah sel darah putih
(2,8 x 109/L) terjadi pada 1% dari 1678 pasien yang menggunakan zilueton dan
0,6% dari 1056 pasien yang menggunakan plasebo.
Gangguan fungsi hati : pada pasien yang
mengkonsumsi alkohol atau ada riwayat penyakit liver, penggunaan zilueton harus
disertai perhatian.
Kehamilan : kategori C
Ibu menyusui : zilueton dan metabolitnya
diekskresikan pada air susu hewan pengerat. Belum diketahui pada air susu
manusia.
Anak-anak : keamanan dan efektifitas penggunaan
zilueton pada anak-anak belum diketahui.
Perhatian
Monitoring transaminase pada saat awal dan selama terapi dengan
zilueton. Monitor serum ALT sebelum memulai terapi, sebulan sekali pada 3 bulan
pertama terapi, setiap 2-3 bulan pada sisa awal tahun pertama dan secara
periodik selama pasien menerima terapi zilueton. Jika terjadi peningkatan
disfungsi hati atau terjadi kenaikan transaminase, hentikan terapi dan terus
dipantau level transaminase sampai normal.
Interaksi
Secara Umum
Mikrosom hati telah menunjukkan bahwa zilueton dan metabolitnya
(N-dehidroksilasi) dapat mengalami metabolisme oksidatif oleh isoenzim 1A2, 2C9
dan 3A4 sitokrom P450. Gunakan dengan perhatian jika meresepkan obat-obat yang
menghambat enzim-enzim ini. Obat-obat yang dapat dipengaruhi zilueton adalah
propranolol, terfenadin, teofilin dan warfarin.
Obat-obat yang mempengaruhi zilueton adalah digoksin, kontrasepsi oral,
fenitoin dan prednison.
7. Obat-Obat Penunjang
A. Ketotifen Fumarat
Mekanisme Kerja
Ketotifen adalah suatu antihistamin yang mengantagonis secara
nonkompetitif dan relatif selektif reseptor H1, menstabilkan sel mast dan
menghambat penglepasan mediator dari sel-sel yang berkaitan dengan reaksi
hipersensitivitas.
Indikasi
Manajemen profilaksis asma. Untuk mendapatkan efek maksimum dibutuhkan
waktu beberapa minggu. Ketotifen tidak dapat digunakan untuk mengobati serangan
asma akut.
Dosis
dan Cara Penggunaan
Ketotifen digunakan dalam bentuk fumarat, dosisnya dinyatakan dalam
bentuk basanya : 1, 38 mg ketotifen fumarat ekivalen dengan 1 mg ketotifen.
Efek
Samping
Mulut kering, mengantuk dan rasa malas, meningkatkan nafsu makan,
menaikkan berat badan, stimulasi susunan saraf pusat dan reaksi kulit parah.
Perhatian
Terapi dengan kortikosteroid oral yang diturunkan dosisnya atau
dihentikan pada pasien asma mungkin harus dikembalikan ke dosis semula jika
gejala seperti ini semakin parah : infeksi, trauma dan perubahan antigen.
Kekambuhan asma dilaporkan telah terjadi, oleh karena itu, terapi dengan anti
asma sebelumnya harus dilanjutkan selama sekurang-kurangnya dua minggu setelah
dimulai terapi ketotifen. Ketotifen tidak bisa digunakan untuk pengobatan
serangan asma akut.
Interaksi
Penggunaan bersamaan ketotifen dengan anti diabetes oral akan
menurunkan jumlah platelet, jadi penggunaannya secara bersama-sama harus
dihindari. Ketotifen dapat meningkatkan efek depresan dari obat yang
mempengaruhi susunan saraf pusat seperti antihistamin lain, hipnotik dan
sedatif.
B. N-Asetilsistein
Mekanisme Kerja
Aksi mukolitik asetilsistein berhubungan dengan kelompok sulfhidril
pada molekul, yang bekerja langsung untuk memecahkan ikatan disulfida antara
ikatan molekular mukoprotein, menghasilkan depolimerisasi dan menurunkan viskositas
mukus. Aktivitas mukolitik pada asetilsistein meningkat seiring dengan
peningkatan pH.
Indikasi
Asetilsistein merupakan terapi tambahan untuk sekresi mukus yang tidak
normal, kental pada penyakit bronkopulmonari kronik (emfisema kronik, emfisema pada
bronkhitis, bronkhitis asma kronik, tuberkulosis, amiloidosis paru-paru);dan
penyakit bronkopulmonari akut (pneumonia, bronkhitis, trakeobronkhitis).
Efek
Samping
Stomatitis, mual, muntah, demam, rhinorea, mengantuk, berkeringat, rasa
sesak di dada, bronkokonstriksi, bronkospasma, iritasi trakea dan bronkial.
Kontra
Indikasi
Hipersensitifitas terhadap asetilsistein.
Peringatan
Asetilsistein digunakan dengan perhatian pada pasien asma, riwayat
penyakit tukak lambung (obat menginduksi mual, muntah dan meningkatkan hemoragi
pada pasien dan teori yang menyatakan bahwa mukolitik akan menghambat barier
mukosa lambung.
0 komentar:
Posting Komentar