Minggu, 05 Juli 2015

KELARUTAN, INEKSI DAN TONISITAS

Kelarutan
Kelarutan yaitu kemampuan suatu zat untuk dapat larut dalam suatu zat pelarut(homogen)
Mekanisme pelarutan senyawa kimia ada dua yaitu:
            Pemutusan ikatan, yaitu merupakan suatu proses dimana terjadi tahap perpindahan suatu molekul dari zat telarut untuk dapat melewati wujud uap harus dipecah ikatan antara molekul yang berdekatan. Tahap kedua selanjutnya membentuk lubang dalam pelarut untuk menerima molekul zat terlarut atau dengan kata lainnya adanya interaksi antara molekul denga pelarut. Tahap ketiga, selanjutnya terjadi penutupan rongga dan kembali terjadi penurunan energi potensial
Interaksi Ion-Dipol dan dipol-Dipol ,dimana adanya perbedaan keelektronegatifan  atom C dengan atom lain yang akan membentuk yang namanya dipol atau yang mampu membentuk ikatan dengan dipol lain dengan daerah kerapatan elektron yang tinggi atau rendah
Derajat ionisasi,yaitu jumlah obat yang terionisasi ketika dilarutkan dalam air
Adapun beberapa faktor penentu ionisasi yaitu:
Sifat asam-basa obat : asam lemah atau basa lemah
            (sebagian besar obat adalah asam lemah atau basa lemah)
Sifat asam-basa cairan solven (pelarut)-nya : asam atau basa
            (obat yang bersifat asam lemah akan lebih terionisasi pada suasana basa, sedangkan obat yang bersifat basa lemah akan terionisasi pada suasana asam)
Molekul akan menjadi kurang bermuatan (tidak terionisasi ) jika berada pada suasana pH yang sama, dan akan lebih bermuatan jika berada di pH yang berbeda
 Semakin bermuatan, suatu molekul akan semakin sulit menembus membran
 Semakin kurang bermuatan, suatu molekul akan lebih mudah menembus membran
Distribusi - ikatan depot yaitu merupakan suatu ikatan dengan bagian yang tidak aktif
Senyawa memiliki kelarutan yang rendah dalam cairan cerna dipengaruhi oleh sifat fisika kimia, ph, ukuran partikel dan sifat organ sistem pencernaan
Senyawa obat 75% bersifat basa lemah, 20% asam lemah dan 5% non-ionik yang sukar larut dalam air, didalam lambung yang asam, akan terurai dalam bentuk ion dan tidak dapat diabsorbsi
Jika kelarutan terlalu rendah dapat dilakukan:
produk (obat) kelarutannya rendah maka pilih bentuk garamnya, efek ion, esterifikasi dapat memperkecil kelarutan dan mencegah terurainya obat dalam suasana asam lambung, perubahan sifat fisik zat aktif , bentuk senyawa solvat dan hidrat, larutan padat, pKa proses pelarutan (bentuk molekul) pada berbagai pH untuk mengetahui  apakah terjadi peruraian (bentuk ion) pada suasana asam, ukuran partikel, disolusi secara in vitro terhadap zat murni dan higrofisitas
Upaya yang dapat dilakukan untuk meningkatkan kelarutan yaitu:
Pendekatan, sintesis bentuk garam, pengecilan ukuran partikel, pembentukan komplek, perubahan bentuk fisik, dispersi padat, pengeringan semprot dan lain-lain
Proses obat dalam saluran cerna yaitu ketika bentuk sediaan yang diberikan peroral mula mula mengalami disintegrasi dalam lambung (tablet,kapsul), suspensi, dan solutio langsung bercampur dengan cairan lambung . Zat aktif terlepas dari bentuk sediaan, masuk kedalam cairan lambung. Lalu terjadi pelarutan (disolusi). Obat terlarut yang bersifat asam lemah akan melewati sel sel lambung masuk kedalam pembuluh darah. Zat aktif basa lemah sedikit terserap dalam lambung, dia masuk kedalam usus dan diserap dalam usus. Sel lambung dan usus atau sel sel lain seluruh tubuh dibungkus oleh membran sel, dan zat aktif atau molekul obat harus menyeberangi (melintasi) membran sel agar dapat masuk kedalam plasma sel kemudian keluar untuk terdistribusi ke seluruh tubuh
Ph lambung (1-3) asam dan ph usus (>6) relatif basa
Molekul obat terdapat dalam tiga bentuk yaitu elektrolit kuat, non elektrolit dan elektrolit lemah.
Absorpsi Obat di Usus Halus Lebih Efektif karena :
sifat fisikokimia obat dan pH lingkungan yang sesuai, keberadaan carrier dalam mukosa intestinal yang sangat berperan untuk proses transport aktif dan transport dipermudah, luas permukaan yang lebih besar karena terrdapat jonjot usus dan mikro villi
Efek pH gastrik pada lambung pada absorpsi obat yaitu pada kelarutan, absorpsi obat dalam perut melalui membran yang bersifat lipid, agar dapat menembus membran dan terabsorpsi maka obat tersebut harus dapat larut dalam lipid. pH mempengaruhi derajat ionisasi. pada stabilitas obat, obat dapat mengalami kerusakan akibat faktor pH, karena pH dapat menyebabkan kerusakan obat karena bersifat sebagai katalisator. sebagai contoh eritromisin yang dalam media asam (seperti di dalam lambung) akan terdekomposisi lebih cepat.

Injeksi dan Tonisitas
Injeksi merupakan sediaan steril dengan tempat pemberian injeksi yaitu intradermal, intramuscular, subkutan, intravena, dan injeksi lain (volume kecil); intravena dan subkutan (volume besar)
Untuk penggunaan dosis tunggal seperti ampul tidak menggunakan pengawet dan untuk penggunaan dosis seperti vial ganda menggunakan pengawet. Dan apabila bervolume besar seperti infuse tidak menggunakan pengawet
            Tonisitas yaitu penyesuaian dengan tekanan osmotik cairan dalam tubuh, contohnya NaCl yaitu 0,9 %
            Hipertonis yaitu keadaan dimana jumlah tekanan yang berlebih diluar sel. Ini dapat menyebabkan pengkerutan pada sel
            Hipotonis yaitu keadaan dimana tekanan didalam sel lebih besar. Hal ini akan menyebabkan lisis akibat tekanan yang lebih besar dari dalam sel yang mendesak
            Rumus perhitungan tonisitas yaitu berdasarkan penurunan ttitik beku yaitu:
            Gr zat terlarut  =          Ptb.Mr
                                                  Ktb.i

Sediaan hidung
Kenapa tetes hidung dikatakan sediaan steril karena tetes hidung biasanya digunakan juga atau digolongkan sebagai obat tetes mata
Hidung mempunyai tugas menyaring udara dari segala macam debu yang masuk ke dalam melalui hidung, dengan mekanisme yaitu mukosa hidung tertutup oleh suatu lapisan yang disebut epitel. Sel-sel rambut getar ini mengeluarkan lendir yang tersebar rata sehingga merupakan suatu lapisan tipis yang melapisi mukosa hidung dimana debu dan bakteri ditahan dan melekat. Maka segala sesuatu yang masuk (khususnya obat) ke dalam hidung secara sengaja tidak boleh menghalangi fungsi dari rambut getar.

Tetes telinga menggunakan minyak mineral karena. Karena jika menggunakan minyak nabati akan menjadi sumber nutrisi mikroorganisme

Dan rute pemberian lain biasanya menggunakan pembawa minyak nabati, misalnya pada kulit yaitu intravena 

TERAPI ASMA

Terapi non farmakologi
1.         Edukasi pasien
Edukasi pasien dan keluarga, untuk menjadi mitra dokter dalam penatalaksanaan asma.
Edukasi kepada pasien/keluarga bertujuan untuk 
1. meningkatkan pemahaman (mengenai penyakit asma secara umum dan pola penyakit               asma sendiri
2. meningkatkan keterampilan (kemampuan dalam penanganan asma sendiri/asma mandiri)         meningkatkan kepuasan
3. meningkatkan rasa percaya diri
4. meningkatkan kepatuhan (compliance) dan penanganan mandiri
5. membantu pasien agar dapat melakukan penatalaksanaan dan mengontrol asma

Bentuk pemberian edukasi
1. Komunikasi/nasehat saat berobat
            2.  Ceramah
                        3. Latihan/training
                        4. Supervisi
                        5. Diskusi
                        6. Tukar menukar informasi (sharing of information group)
                        7. Film/video presentasi
                        8. Leaflet, brosur, buku bacaan 
Komunikasi yang baik adalah kunci kepatuhan pasien, upaya meningkatkan kepatuhan pasien dilakukan dengan :
1.     Edukasi dan mendapatkan persetujuan pasien untuk setiap tindakan/penanganan yang akan dilakukan. Jelaskan sepenuhnya kegiatan tersebut dan manfaat yang dapat dirasakan pasien
2.    Tindak lanjut (follow-up). Setiap kunjungan, menilai ulang penanganan yang diberikan dan bagaimana pasien melakukannya. Bila mungkin kaitkan dengan perbaikan yang dialami pasien (gejala dan faal paru).
3.     Menetapkan rencana pengobatan bersama-sama dengan pasien.
4.     Membantu pasien/keluarga dalam menggunakan obat asma.
5.    Identifikasi dan atasi hambatan yang terjadi atau yang dirasakan pasien, sehingga pasien merasakan manfaat penatalaksanaan asma secara konkret.
6.  Menanyakan kembali tentang rencana penganan yang disetujui bersama dan yang akan dilakukan, pada setiap kunjungan.
7.      Mengajak keterlibatan keluarga.
8.     Pertimbangkan pengaruh agama, kepercayaan, budaya dan status sosioekonomi yang dapat berefek terhadap penanganan asma

2.            Pengukuran peak flow meter
Perlu dilakukan pada pasien dengan asma sedang sampai berat. Pengukuran Arus Puncak Ekspirasi (APE) dengan Peak Flow Meter ini dianjurkan pada :
a.       Penanganan serangan akut di gawat darurat, klinik, praktek dokter dan oleh pasien di rumah.
b.      Pemantauan berkala di rawat jalan, klinik dan praktek dokter.
c.       Pemantauan sehari-hari di rumah, idealnya dilakukan pada asma persisten usia di atas > 5 tahun, terutama bagi pasien setelah perawatan di rumah sakit, pasien yang sulit/tidak mengenal perburukan melalui gejala padahal berisiko tinggi untuk mendapat serangan yang mengancam jiwa.

Pada asma mandiri pengukuran APE dapat digunakan untuk membantu pengobatan seperti:
Mengetahui apa yang membuat asma memburuk
Memutuskan apa yang akan dilakukan bila rencana pengobatan berjalan baik
Memutuskan apa yang akan dilakukan jika dibutuhkan penambahan atau penghentian obat
Memutuskan kapan pasien meminta bantuan medis/dokter/IGD
3.            Identifikasi dan mengendalikan faktor pencetus
4.            Pemberian oksigen
5.            Banyak minum untuk menghindari dehidrasi terutama pada anak-anak
6.            Kontrol secara teratur
7.            Pola hidup sehat
Dapat dilakukan dengan :
Penghentian merokok
Menghindari kegemukan
Kegiatan fisik misalnya senam asma
Terapi farmakologi
1.            Simpatomimetik
                        Mekanisme Kerja
Kerja farmakologi dari kelompok simpatomimetik ini adalah sebagai berikut :
1. Stimulasi reseptor α adrenergik yang mengakibatkan terjadinya vasokonstriksi, dekongestan nasal dan peningkatan tekanan darah.
2.  Stimulasi reseptor β1 adrenergik sehingga terjadi peningkatan kontraktilitas dan irama jantung.
3.    Stimulasi reseptor β2 yang menyebabkan bronkodilatasi, peningkatan klirens mukosiliari, stabilisasi sel mast dan menstimulasi otot skelet.
Selektifitas relatif obat-obat simpatomimetik adalah faktor penentu utama penggunaan secara klinik dan untuk memprediksi efek samping yang umum. Obat simpatomimetik selektif β2 memiliki manfaat yang besar dan bronkodilator yang paling efektif dengan efek samping yang minimal pada terapi asma. Penggunaan langsung melalui inhalasi akan meningkatkan bronkoselektifitas, memberikan efek yang lebih cepat dan memberikan efek perlindungan yang lebih besar terhadap rangsangan (misalnya alergen, latihan) yang menimbulkan bronkospasme dibandingkan bila diberikan secara sistemik. Pada tabel 2 dapat dilihat perbandingan efek farmakologi dan sifat farmakokinetik berbagai obat simpatomometik yang digunakan pada terapi asma. 
Indikasi
Agonis β2 kerja diperlama (seperti salmeterol dan furmoterol) digunakan, bersamaan dengan obat antiinflamasi, untuk kontrol jangka panjang terhadap gejala yang timbul pada malam hari. Obat golongan ini juga dipergunakan untuk mencegah bronkospasmus yang diinduksi oleh latihan fisik. Agonis β2 kerja singkat (seperti albuterol, bitolterol, pirbuterol, terbutalin) adalah terapi pilihan untuk menghilangkan gejala akut dan bronkospasmus yang diinduksi oleh latihan fisik.
               
Efek Samping
Efek samping umumnya berlangsung dalam waktu singkat dan tidak ada efek kumulatif yang dilaporkan. Akan tetapi, tidak berarti pengobatan dihentikan, pada beberapa kasus, perlu dilakukan penurunan dosis untuk sementara waktu.

Kontra Indikasi
Obat simpatomimetik dikontraindikasikan untuk penderita; yang alergi terhadap obat dan komponennya (reaksi alergi jarang terjadi), aritmia jantung yang berhubungan dengan takikardia, angina, aritmia ventrikular yang memerlukan terapi inotopik, takikardia atau blok jantung yang berhubungan dengan intoksikasi digitalis (karena isoproterenol), dengan kerusakan otak organik, anestesia lokal di daerah tertentu (jari tangan, jari kaki) karena adanya risiko penumpukan cairan di jaringan (udem), dilatasi jantung, insufisiensi jantung, arteriosklerosis serebral, penyakit jantung organik (karena efinefrin); pada beberapa kasus vasopresor dapat dikontraindikasikan, glukoma sudut sempit, syok nonafilaktik selama anestesia umum dengan hidrokarbon halogenasi atau siklopropan (karena epinefrin dan efedrin).
Peringatan
Peringatan untuk pasien khusus : pergunakan dengan perhatian untuk pasien dengan diabetes mellitus, hipertiroidisme, hipertropi prostat (karena efedrin) atau riwayat seizure, geriatri, psikoneurotik, riwayat asma bronkial dan emfisema pada penyakit jantung degeneratif (karena efinefrin). Pada pasien dengan status asmatikus dan tekanan gas darah abnormal mungkin tidak mengikuti hilangnya bronkospasmus secara nyata setelah pemberian isoproterenol.
Diabetes : pemberian albuterol intra vena dalam dosis besar dan terbuatalin intravena mungkin dapat memperparah diabetes mellitus dan ketoasidosis yang sudah ada. Hubungan antara penggunaan albuterol oral atau inhalasi dan terbutalin oral tidak diketahui. Pasien diabetes yang menggunakan salah satu dari obat ini memerlukan peningkatan dosis insulin atau obat hipoglikemik oral.
Efek pada jantung : gunakan obat-obat ini dengan hati-hati pada pasien dengan gangguan fungsi jantung seperti insufisiensi jantung, gangguan jantung iskemik, riwayat stroke, penyakit jantung koroner, aritmia jantung, gagal jantung koroner dan hipertensi. Pemberian epinefrin perlu dimonitor. Gagalnya induksi peningkatan tekanan darah dapat
menyebabkan angina pektoris, ruptur aortik, atau hemoragi serebral, Pada beberapa orang terjadi aritmia kardiak bahkan setelah dosis terapi.
Agonis beta adrenergik dapat menyebabkan efek kardiovaskular yang bermakna, yang dapat diketahui dengan mengukur kecepatan ritme, tekanan darah, gejala atau perubahan EKG (seperti mendatarnya gelombang T, perpanjangan dari interval QTc dan depresi dari segmen ST). Dosis isoprotenolol dapat meningkatkan kecepatan jantung lebih dari 130 detak permenit, yang dapat meningkatkan kemungkinan terjadinya aritmia ventrikular.
Efedrin mungkin dapat menyebabkan hipertensi yang menimbulkan pendarahan intrakranial. Hal ini dapat menginduksi nyeri angina pada pasien dengan insufisiensi koroner atau sakit jantung iskemik.
Salmeterol inhalasi atau oral dosis tinggi (12 sampai 20 kali dosis rekomendasi) berhubungan dengan perpanjangan interval QTc yang berpotensi untuk menghasilkan angina ventrikular.
Paradoksial bronkospasmus : Pasien yang menggunakan sediaan inhalasi berulang dan kadang mengalami resistensi paradoks saluran pernafasan, penyebab hal ini belum diketahui. Bila hal ini terjadi hentikan penggunaan obat ini dan cari terapi alternatif.
Respon dosis yang umum : sarankan pasien untuk terus mengontak dokter jika tidak ada respon terhadap dosis simpatomimetik umum. Terapi lebih jauh dengan aerosol isoproterenol tidak dianjurkan jika setelah perawatan 3-5 kali dalam waktu 6-12 jam tidak menghasilkan keadaan yang lebih baik.
Jika terjadi iritasi bronkial, gangguan saraf atau gangguan tidur, dosis efineprin diturunkan. Jangan meneruskan penggunaan efineprin tapi hubungi dokter jika gejala tidak hilang dalam 20 menit atau menjadi lebih parah.
Efek terhadap sistem saraf pusat : obat simpatomimetik dapat menyebabkan stimulasi terhadap sistem saraf pusat.
Penggunaan untuk waktu lama : perpanjangan penggunaan efedrin dapat menyebabkan kecemasan berulang, beberapa pasien mengalami gangguan sistem saraf pusat, dalam hal ini mungkin diperlukan sedatif.
Gejala akut : jangan menggunakan salmeterol untuk menghilangkan gejala asma akut. Pada pasien yang mengkonsumsi simpatomimetik kerja cepat, penggunaan agonis β2 menjadi kurang efektif (misalnya pasien memerlukan lebih banyak inhalasi dibandingkan biasa), evaluasi medik diperlukan.
Penggunaan inhalasi berlebihan : kasus kematian ditemukan, penyebab pastinya belum diketahui, tapi dicurigai terjadinya penghentian fungsi jantung setelah terjadinya krisis asma akut yang diikuti dengan hipoksia.
Morbiditas/mortalitas : Jadwalkan secara teratur, penggunaan agonis beta setiap hari tidak dianjurkan.
Penggunaan bersama dengan agonis β2 kerja cepat : saat pasien memulai perawatan dengan salmeterol, berikan peringatan kepada pasien yang telah menggunakan agonis β2 kerja cepat, inhalasi agonis β2 secara teratur untuk menghentikan rejimen harian mereka dan sampaikan kepada pasien untuk menggunakan agonis β2 inhalasi kerja cepat untuk menghilangkan gejala simpatomimetik jika pasien mengalami gejala yang bertambah parah saat mengkonsumsi salmeterol.
Kegagalan atau overdosis injeksi intravena : kegagalan atau overdosis injeksi intravena konvensional dari dosis epinefrin dapat menyebabkan
hipertensi fatal/parah atau hemoragi serebrovaskular yang disebabkan oleh peningkatan tajam tekanan darah. Kefatalan dapat terjadi karena edema paru-paru akibat konstriksi perifer dan stimulasi jantung.
Reaksi hipersensitivitas : reaksi hipersensitivitas dapat terjadi setelah pemberian bitolterol, albuterol, metaproterenol, terbutalin, efedrin, salmeterol dan kemungkinan bronkodilator lain.
Pasien lanjut usia : dosis yang lebih rendah dapat diberikan untuk meningkatkan sensitivitas simpatomimetik.
Kehamilan : Terbutalin (kategori B), Albuterol, Bitolterol, Efedrin, Efineprin, Isoetarin, Isoproterenol, Metaproterenol, Salmeterol dan Pirbuterol (Kategori C).
Persalinan : penggunaan simpatomimetik β2 aktif menghambat kontraksi uterus. Reaksi lain termasuk peningkatan detak jantung, hiperglisemia transien/singkat, hipokalemia, aritmia jantung, edema paru-paru, iskemia serebral dan miokardiak dan peningkatan detak jantung fetus dan hipoglikemia pada bayi. Meskipun efek ini tidak langsung pada penggunaan aerosol, pertimbangkan efek samping yang tidak diinginkan.
Jangan menggunakan efedrin pada obstetri saat tekanan darah ibu lebih dari 130/80.
Ibu menyusui : terbutalin, efedrin dan epinefrin dieksresikan pada air susu. Tidak diketahui apakah ada obat lain yang dieksresikan ke dalam air susu.
Anak-anak : Inhalasi : keamanan dan efikasi penggunaan bitolterol, pirbuterol, isoetarin, salmeterol dan terbutalin pada anak kurang dari 12 tahun dan lebih muda belum diketahui.Albuterol aerosol pada anak-anak di bawah 4 tahun dan larutan albuterol untuk anak di bawah 2 tahun juga belum diketahu keamanan dan efikasinya. Metoproterenol dapat digunakan untuk anak berusia 6 tahun dan lebih.
Injeksi : terbutalin parenteral tidak direkomendasikan untuk penggunaan pada anak kurang dari 12 tahun. Penggunaan epinefrin pada bayi dan anak-anak harus berhati-hati. Kehilangan kesadaran terjadi setelah pemberian obat pada anak-anak.
Sediaan Oral : terbutalin direkomendasikan untuk penggunaan pada anak-anak kurang dari 12 tahun. Efikasi dan keamanan albuterol belum diketahui untuk anak kurang dari 2 tahun (albutetol sirup), 6 tahun (albuterol tablet) dan 12 tahun (albuterol tablet kerja diperlambat). Pada anak-anak, efedrin efektif untuk terapi oral asma. Karena efek stimulannya, efedrin jarang digunakan tunggal. Efek ini biasanya ditunjukkan dengan efek sedasi yang sesuai; namun rasionalitasnya dipertanyakan.
                        Perhatian
Toleransi : toleransi dapat terjadi pada penggunaan simpatomimetik yang diperlama tapi penghentian sementara obat ini akan tetap mempertahankan efektifitas awalnya.
Hipokalemia : terjadi penurunan kalium serum, kemungkinan melalui mekanisme intracelluler shunting yang akan menimbulkan efek yang tidak dinginkan pada sistem kardiovaskular.
Hiperglisemia : isoproterenol menyebabkan hiperglisemia lebih lemah dibandingkan epinefrin.
Penyakit Parkinson : epinefrin dapat menyebabkan peningkatan rigiditas dan tremor secara temporer.
Penggunaan Parenteral : Penggunaan epinefrin dilakukan dengan sangat berhati-hati terutama penyuntikan pada bagian tubuh tertentu yang disuplai oleh ujung arteri atau bagian lain dengan suplai darah yang terbatas (seperti jari tangan, kaki, hidung, telinga atau organ genital), atau jika ada penyakit vaskular perifer, untuk menghindari vasokonstriksi yang disebabkan oleh penyumbatan jaringan.
Terapi kombinasi : penggunaan bersama obat simpatomimetik lain tidak direkomendasikan karena dapat menyebabkan efek kerusakan kardiovaskular. Jika pemberian rutin kombinasi obat diperlukan, pertimbangkan terapi alternatif. Jangan menggunakan dua atau lebih bronkodilator aerosol β adrenergik secara simultan karena menyebabkan efek adiksi.
Pasien harus diberikan peringatan untuk tidak menghentikan atau menurunkan terapi kortikosteroid tanpa pertimbangan medis, walau mereka sudah merasa lebih baik ketika diterapi dengan agonis β2. Obat ini tidak digunakan sebagai pengganti kortikosteroid oral atau inhalasi.
Penyalahgunaan Obat dan Ketergantungan : penyalahgunaan efedrin dalam waktu lama dapat menyebabkan timbulnya gejala skizoprenia paranoid. Pasien akan menunjukkan gejala sebagai berikut : takikardia, higiene dan nutrisi yang rendah, demam, keringat dingin dan dilatasi pupil. Beberapa tanda-tanda toleransi meningkat tapi adiksi tidak timbul.
 Interaksi Secara Umum
Interaksi banyak terjadi berkaitan dengan penggunaan simpatomimetik sebagai vasopresor, sehingga perlu pertimbangan saat menggunakan bronkodilator simpatomimetik. Obat-obat yang mungkin berinteraksi adalah antihistamin, bloker alfa adrenergik, beta bloker, glikosida jantung, diuretik, alkaloid ergotamin, furazolidon, anestesi umum, guanetidin, levotiroksin, metildopa, inhibitor monoamin oksidase, nitrat, obat oksitoksik, fenotiazin, alkaloid rauwolfia, antidepresan trisiklik, digoksin, teofilin, insulin atau obat hipoglikemik oral.
Interaksi antara obat dan hasil laboratorium : isoproterenol menyebabkan pengukuran level bilirubin yang berbeda dengan pengukuran in vitro secara analisa multipel berturutan. Inhalasi isoproterenol mungkin menyebabkan absorpsi yang cukup untuk meningkatkan kadar epinefrin di urin. Meskipun peningkatan ini kecil pada dosis standar, tapi cenderung meningkat pada pemberian dosis yang lebih besar.
2.            Xantin
                        Mekanisme Kerja
Metilxantin (teofilin, garamnya yang mudah larut dan turunannya) akan merelaksasi secara langsung otot polos bronki dan pembuluh darah pulmonal, merangsang SSP, menginduksi diuresis, meningkatkan sekresi asam lambung, menurunkan tekanan sfinkter esofageal bawah dan menghambat kontraksi uterus. Teofilin juga merupakan stimulan pusat pernafasan. Aminofilin mempunyai efek kuat pada kontraktilitas diafragma pada orang sehat dan dengan demikian mampu menurunkan kelelahan serta memperbaiki kontraktilitas pada pasien dengan penyakit obstruksi saluran pernapasan kronik.
Indikasi
Untuk menghilangkan gejala atau pencegahan asma bronkial dan bronkospasma reversibel yang berkaitan dengan bronkhitis kronik dan emfisema.
Dosis dan Cara Penggunaan
A. Aminofilin
Status asmatikus seharusnya dipandang sebagai keadaan emergensi. Terapi optimal untuk pasien asma umumnya memerlukan obat yang diberikan secara parenteral, monitoring ketat dan perawatan intensif. Berikut adalah dosis untuk pasien yang belum menggunakan teofilin.

Untuk pasien yang sudah menggunakan teofilin, pastikan jika memungkinkan, waktu, jumlah, bentuk sediaan dan rute pemberian dari dosis terakhir yang diterima pasien. Pemberian dosis awal dari aminofilin dapat diberikan melalui intravena lambat atau diberikan dalam bentuk infus (biasanya dalam 100-200 mL) dekstrosa 5% atau injeksi Na Cl 0,9%. Kecepatan pemberian jangan melebihi 25 mg/mL. Setelah itu terapi pemeliharaan dapat diberikan melalui infus volume besar untuk mencapai jumlah obat yang diinginkan pada setiap jam. Terapi oral dapat langsung diberikan sebagai pengganti terapi intravena, segera setelah tercapai kemajuan kesehatan yang berarti.
B. Teofilin
Dosis yang diberikan tergantung individu. Penyesuaian dosis berdasarkan respon klinik dan perkembangan pada fungsi paru-paru. Dosis ekivalen berdasarkan teofilin anhidrat yang dikandung. Monitor level serum untuk level terapi dari 10-20 mcg/mL.
Efek Samping
Reaksi efek samping jarang terjadi pada level serum teofilin yang < 20 mcg/mL. Pada level lebih dari 20 mcg/mL : mual, muntah, diare, sakit kepala, insomnia, iritabilitas. Pada level yang lebih dari 35 mcg/mL : hiperglisemia, hipotensi, aritmia jantung, takikardia (lebih besar dari 10 mcg/mL pada bayi prematur), seizure, kerusakan otak dan kematian.
Lain – lain : demam, wajah kemerah-merahan, hiperglikemia, sindrom ketidaksesuaian dengan hormon antiduretik, ruam, kerontokan pada rambut. Etildiamin pada aminofilin dapat menyebabkan reaksi sensitivitas termasuk dermatitis eksfoliatif dan urtikaria.
Kardiovaskular : palpitasi, takikardia, hipotensi, kegagalan sirkulasi, aritmia ventrikular.
Susunan Saraf Pusat : iritabilitas, tidak bisa instirahat, sakit kepala, insomnia, kedutan dan kejang
Saluran Pencernaan : mual, muntah, sakit epigastrik, hematemesis, diare, iritasi rektum atau pendarahan (karena penggunaan supositoria aminofilin). Dosis terapetik teofilin dapat menginduksi refluks esofageal selama tidur atau berbaring, meningkatkan potensi terjadinya aspirasi yang dapat memperparah bronkospasmus.
Ginjal : proteinuria, potensiasi diuresis.
Respiratori: takhipnea, henti nafas.
Kontra Indikasi
Hipersensitivitas terhadap semua xantin, peptik ulser, mengalami gangguan seizure (kecuali menerima obat-obat antikonvulsan yang sesuai). Aminofilin : hipersensitif terhadap etilendiamin. Supositoria aminofilin : iritasi atau infeksi dari rektum atau kolon bagian bawah.
                        Peringatan
Status asmatikus : status asmatikus merupakan keadaan emergensi dan tidak langsung memberikan respon terhadap dosis umum bronkodilator. Sediaan teofilin oral tunggal tidak cukup untuk status asma.
Toksisitas : dosis berlebihan dapat menyebabkan toksisitas parah, monitor level serum untuk memastikan manfaat lebih besar daripada risiko. Efek samping serius seperti aritmia ventrikular, konvulsi atau bahkan kematian dapat timbul sebagai tanda awal keracunan tanpa ada peringatan awal. Tanda keracunan selanjutnya (mual dan tidak bisa beristirahat) dapat sering timbul saat awal terapi yang bersifat sementara; jika gejala-gejala ini masih ada selama terapi perawatan, hal ini mungkin disebabkan oleh konsentrasi serum yang lebih besar dari 20mcg/mL. Toksisitas serius tidak berhubungan dengan efek samping yang menjadi parah.
Efek pada Jantung : teofilin dapat menyebabkan disaritmia atau memperparah aritmia yang ada.
Kehamilan : Kategori C
Laktasi : Teofilin terdistribusi ke dalam air susu.
Anak-anak : belum ada penelitian yang mendukung untuk bayi di bawah 1 tahun, bagaimanapun, ada bukti yang menunjukkan bahwa penggunaan dosis yang direkomendasikan untuk bayi di atas 1 tahun mungkin meningkatkan konsentrasi ke tingkatan toksik.
Perhatian
Perhatian untuk penyakit jantung, hipoksemia, penyakit hati, hipertensi, gagal jantung kongestif, pecandu alkohol, pasien lanjut usia dan bayi.
Efek pada saluran pencernaan : perhatian untuk pasien peptik ulser, iritasi lokal mungkin terjadi, efek saluran pencernaan akan meningkat secara sistemik untuk level serum yang lebih tinggi dari 20 mcg/mL. Penurunan tekanan pada esofageal bawah dapat menyebabkan refluks, aspirasi dan memperparah kerusakan saluran pernapasan.
Interaksi Secara Umum
Obat yang dapat menurunkan kadar teofilin termasuk aminoglutetimida, barbiturat, hidantoin, ketokonazol, rifampin, perokok, sulfinperazon, simpatomimetik (β-agonis), tioamin, karbamazepin, isoniazida dan diuretik kuat.
Obat yang dapat meningkatkan kadar teofilin termasuk alopurinol, beta bloker non selektif, penghambat saluran kalsium, simetidin, kontrasepsi oral, kortikosteroid, disulfiram, efedrin, vaksin virus influenza, interferon, makrolida, meksiletin, kuinolon, tiabendazol, hormon tiroid, karbamazepin, isoniazid dan diuretik kuat.
Obat-obat berikut dapat dipengaruhi oleh teofilin : benzodiazepin, β agonis, halotan, ketamin, lithium, relaksan otot non depolarisasi, propofol, ranitidin dan tetrasiklin. Probenesid akan meningkatkan efek difilin.
Interaksi Obat dengan Makanan : eleminasi teofilin akan meningkat (mempersingkat waktu paruh) oleh karbohidrat rendah dan diet protein tinggi. Kebalikannya, eleminasi menurun (memperpanjang waktu paruh) dengan diet protein karbohidrat tinggi. Makanan akan mempengaruhi bioavailabilitas dan absorpsi sediaan – sediaan lepas lambat. Beberapa sediaan lepas lambat akan dilepaskan secara cepat karena pengaruh makanan sehingga akan menyebabkan toksisitas.
3.            Antikolinergik
A. Ipratropium Bromida
Mekanisme Kerja
Ipratropium untuk inhalasi oral adalah suatu antikolinergik (parasimpatolitik) yang akan menghambat refleks vagal dengan cara mengantagonis kerja asetilkolin. Bronkodilasi yang dihasilkan bersifat lokal, pada tempat tertentu dan tidak bersifat sistemik. Ipratropium bromida (semprot hidung) mempunyai sifat antisekresi dan penggunaan lokal dapat menghambat sekresi kelenjar serosa dan seromukus mukosa hidung.
                        Indikasi
Digunakan dalam bentuk tunggal atau kombinasi dengan bronkodilator lain (terutama beta adrenergik) sebagai bronkodilator dalam pengobatan bronkospasmus yang berhubungan dengan penyakit paru-paru obstruktif kronik, termasuk bronkhitis kronik dan emfisema.

Efek Samping
Sakit punggung, sakit dada, bronkhitis, batuk, penyakit paru obstruksi kronik yang semakin parah, rasa lelah berlebihan, mulut kering, dispepsia, dipsnea, epistaksis, gangguan pada saluran pencernaan, sakit kepala, gejala seperti influenza, mual, cemas, faringitis, rinitis, sinusitis, infeksi saluran pernapasan atas dan infeksi saluran urin.
Kontra Indikasi
Hipersensitif terhadap ipratropium bromida, atropin dan turunannya.
Peringatan
Bronkospasmus akut : aerosol ipratropium tidak dianjurkan untuk pengobatan bronkospasmus akut dimana terapi darurat diperlukan.
Pasien dengan risiko khusus : perhatian untuk pasien dengan glukoma sudut sempit, hipertropi prostat atau kerusakan saluran urin.
Reaksi hipersenstivitas : reaksi hipersensitivitas segera akan terjadi setelah pemberian ipratropium seperti urtikaria, angiodema, ruam, bronkospasmus, anafilaksis dan edema orofaringeal.
Kehamilan : Kategori B
Laktasi : Belum diketahui apakah obat ini didistribusikan ke dalam air susu.
Anak-anak : keamanan dan efikasi aerosol pada anak-anak belum diketahui. Sedangkan keamanan dan efikasi penggunaan larutan pada anak di bawah 12 tahun belum diketahui.
                        Perhatian
Pasien dengan risiko khusus : perhatian untuk pasien dengan glaukuma sudut sempit, hipertropi prostat atau kerusakan saluran urin.
Interaksi Secara Umum
Ipratropium telah digunakan bersamaan dengan obat-obat lain seperti bronkodilator beta adrenergik, bronkodilator simpatomimetik, metilxantin, steroid dan obat untuk penyakit paru-obstruksi kronis tanpa ada efek samping.
Agen antikolinergik : ada potensi interaksi aditif pada pemberian berturut-turut dengan obat antikolinergik.
Larutan inkompatibilitas : berikan informasi kepada pasien bahwa larutan inhalasi ipratropium dapat dimasukkan dalam nebulizer dengan albuterol atau meteproterenol jika digunakan dalam waktu satu jam.
B.            Tiotropium Bromida
                        Mekanisme Kerja
Tiotropium adalah obat muskarinik kerja diperlama yang biasanya digunakan sebagai antikolinergik. Pada saluran pernapasan, tiotropium menunjukkan efek farmakologi dengan cara menghambat reseptor M3 pada otot polos sehingga terjadi bronkodilasi. Bronkodilasi yang timbul setelah inhalasi tiotropium bersifat sangat spesifik pada lokasi tertentu.
Indikasi
Tiotropium digunakan sebagai perawatan bronkospasmus yang berhubungan dengan penyakit paru obstruksi kronis termasuk bronkitis kronis dan emfisema.
Dosis dan Cara Penggunaan
1 kapsul dihirup, satu kali sehari dengan alat inhalasi Handihaler.
Cara Penggunaan :
Sebelum menggunakan, buka kemasan sampai satu kapsul terlihat jelas. Dorong kemasan sampai pada tanda “STOP” pada blister untuk menghindari terpaparnya kapsul lain. Segera pakai kapsul yang sudah terbuka/ jika tidak efikasinya akan berkurang.
Buka bagian penutup serbuk dari handihaler dengan cara menariknya ke atas, kemudian buka          bagian yang akan dimasukkan ke dalam mulut.
Masukkan kapsul ke dalam tabung. Tidak menjadi masalah, bagian mana dari ujung kapsul yang akan dimasukkan ke dalam tabung.
Tutup bagian mulut tabung dengan rapat sampai terdengar bunyi “klik” kemudian biarkan bagian penutup sebuk terbuka.
Pegang handihaler dengan kuat dengan bagian yang akan dimasukkan ke dalam mulut menghadap ke atas, tekan bagian tombol yang tajam dan lepaskan. Ini akan membuat lubang pada kapsul sehingga obat akan dibebaskan.
Buang napas. Jangan bernapas ke bagian tabung yang akan dimasukkan ke dalam mulut untuk beberapa saat.
Handihaler dimasukkan ke dalam mulut dan tutup bibir rapat-rapat dan tempelkan pada bibir tabung.
Tegakkan kepala dan tarik napas perlahan-lahan dan dalam tapi dengan kecepatan yang cukup untuk mendengar vibrasi kapsul. Tarik napas sampai paru-paru penuh kemudian tahan napas sedemikian sehingga terasa nyaman. Pada saat yang bersamaan, lepaskan handihaler dari mulut. Bernapas seperti biasa.
                        Untuk memastikan pemakaian dosis tiotropium lengkap, ulangi hal ini sekali lagi.
Setelah melengkapi dosis tiotropium dalam sehari, buka bagian atas tabung. ambil kapsul yang telah digunakan dan buang. Tutup bagian atas tabung dan penutup serbuk dan simpan.
                        Efek Samping
Efek samping terjadi pada 3% pasien atau lebih, terdiri dari sakit perut, nyeri dada (tidak spesifik), konstipasi, mulut kering, dispepsia, edema, epistaksis, infeksi, moniliasis, myalgia, faringitis, ruam, rhinitis, sinusitis, infeksi pada saluran pernapasan atas, infeksi saluran urin dan muntah.
Kontra Indikasi
Riwayat hipersensitif terhadap atropin atau turunannya, termasuk ipratropium atau komponen sediaan.
Peringatan
Bronkospasma : tiotropium tidak diindikasikan untuk perawatan episode awal bronkospasma (seperti terapi emergensi). Obat inhalasi termasuk tiotropium dapat menyebabkan bronkospama paradoksikal. Bila hal ini terjadi, hentikan pengobatan dengan tiotropium dan pertimbangkan obat lain.
Perpanjangan QT : pada uji coba acak, double blind terhadap 198 pasien dengan penyakit paru-paru obstruktif kronik, pasien yang menggunakan tiotropium mengalami perubahan interval QT sekitar 30-60 msec yang dibandingkan yang menggunakan plasebo. Tidak ada pasien yang mengalami perubahan interval sampai dengan 500 msec.
Reaksi hipersensitif : reaksi hipersensitif segera seperti angiodema dapat terjadi setelah pemberian tiotropium. Jika hal ini terjadi, hentikan penggunaan tiotropium dan pertimbangkan obat lain.
Gangguan fungsi ginjal : gangguan ginjal berkaitan dengan kadar obat di plasma dan penurunan klirens obat setelah infus intravena dan inhalasi. Gangguan ginjal ringan (klirens kreatinin 50-80 mL/menit) meningkatkan konsentrasi plasma obat (peningkatan AUC 39% sesudah pemberian infus). Gangguan ginjal berat pada pasien dengan paru obstruksi kronis (klirens kreatinin < 50 mL/menit) meningkatkan konsentrasi plasma obat (peningkatan AUC 82% sesudah pemberian infus), perubahan juga sama setelah pemberian secara inhalasi. Monitor pasien dengan gangguan fungsi ginjal sedang –berat ( kliren kreatinin ≤50 mL/menit).
Geriatri: Peningkatan usia sering berhubungan dengan penurunan klirens ginjal. Pada studi kontrol plasebo, tingginya frekuensi kejadian mulut kering, konstipasi, infeksi saluran urin ditemui dengan meningkatnya umur pada kelompok yang menerima tiotropium.
Kehamilan: kategori C
Menyusui: Belum diketahui apakah titropium diekskresi ke air susu ibu.
Anak-anak: Efikasi dan keamanan belum diketahui.
Perhatian
Risiko khusus : sebagai antikolinergik, penggunaan tiotropium harus disertai perhatian pada pasien dengan kondisi berikut : glukoma sudut sempit, hiperplasia prostat, atau kerusakan saluran urin (tiotropium dapat memperparah tanda dan gejala).
Interaksi Secara Umum
Obat antikolinergik : penggunaan tiptropium bersamaan dengan obat antikolinergik belum dipelajari, sehingga tidak direkomendasikan.

4.            Kromolin Sodium dan Nedokromil
A. Kromolin Natrium
                        Mekanisme Kerja
Kromolin merupakan obat antiinflamasi. Kromolin tidak mempunyai aktifitas intrinsik bronkodilator, antikolinergik, vasokonstriktor atau aktivitas glukokortikoid. Obat-obat ini menghambat pelepasan mediator, histamin dan SRS-A (Slow Reacting Substance Anaphylaxis, leukotrien) dari sel mast. Kromolin bekerja lokal pada paru-paru tempat obat diberikan.
                        Indikasi
Asma bronkial (inhalasi, larutan dan aerosol) : sebagai pengobatan profilaksis pada asma bronkial. Kromolin diberikan teratur, harian pada pasien dengan gejala berulang yang memerlukan pengobatan secara reguler.
Pencegahan bronkospasma (inhalasi, larutan dan aerosol) : untuk mencegah bronkospasma akut yang diinduksi oleh latihan fisik, toluen diisosinat, polutan dari lingkungan dan antigen yang diketahui.
Dosis dan Cara Penggunaan
Larutan nebulizer : dosis awal 20 mg diinhalasi 4 kali sehari dengan interval yang teratur. Efektifitas terapi tergantung pada keteraturan penggunaan obat.
Pencegahan bronkospasma akut : inhalasi 20 mg (1 ampul/vial) diberikan dengan nebulisasi segera sebelum terpapar faktor pencetus.
Aerosol : untuk penanganan asma bronkial pada dewasa dan anak 5 tahun atau lebih. Dosis awal biasanya 2 inhalasi, sehari 4 kali pada interval yang teratur. Jangan melebihi dosis ini. Tidak semua pasien akan merespon dosis ini, dosis yang lebih rendah akan diperlukan pada pasien yang lebih muda. Keefektifan pengobatan pada pasien asma kronik tergantung kepada keteraturan penggunaan obat.
Pencegahan bronkospasma akut : dosis umum adalah 2 inhalasi secara singkat (misalnya dalam 10 – 15 menit, tidak lebih dari 60 menit) sebelum terpapar faktor pencetus.
Oral :
Dewasa : 2 ampul, 4 kali sehari, 30 menit sebelum makan dan saat menjelang tidur.
Anak – anak 2 – 12 tahun: satu ampul, 4 kali sehari, 30 menit sebelum makan dan saat menjelang tidur.
Jika dalam waktu 2-3 minggu perbaikan gejala tidak tercapai, dosis harus ditingkatkan, tetapi tidak melebihi 40mg/kg/hari.
                        Efek Samping
Efek samping yang paling sering terjadi berhubungan dengan penggunaan kromolin (pada penggunaan berulang) meliputi saluran pernapasan: bronkospasme (biasanya bronkospasma parah yang berhubungan dengan penurunan fungsi paru-paru/FEV1), batuk, edema laringeal (jarang), iritasi faringeal dan napas berbunyi.
Efek samping yang berhubungan dengan penggunaan aerosol adalah iritasi tenggorokan atau tenggorokan kering, rasa tidak enak pada mulut, batuk, napas berbunyi dan mual.
Kontra Indikasi
Hipersensitif terhadap kromolin atau komponen sediaan.
Peringatan
Asma akut : kromolin tidak diresepkan untuk asma akut terutama status asmatikus, merupakan obat profilaksis yang tidak efektif untuk keadaaan akut.
Reaksi hipersensitif : reaksi anafilaksis parah dapat terjadi meski jarang.
Gangguan ginjal/hati : pada pasien dengan gangguan ginjal/hati, dosis harus diturunkan atau hentikan penggunaan obat.
Kehamilan : Kategori B
Ibu menyusui : keamanan penggunaan untuk ibu menyusui belum diketahui.
Anak-anak :
Aerosol : keamanan dan efikasi pada anak kurang dari 2 tahun belum diketahui.
Oral : untuk bayi lebih dari 6 bulan, pemberian tidak boleh lebih dari 20mg/kg/hari.
Perhatian
Pasien umumnya menjadi batuk setelah menggunaan sediaan inhalasi.
Asma dapat kambuh jika obat digunakan di bawah dosis yang rekomendasi atau pada penghentian obat.
Karena propelan yang ada dalam sediaan, penggunaan ini harus disertai perhatian pada pasien jantung koroner atau aritmia jantung.

B.            Nedokromil Natrium
                        Mekanisme Kerja
Nedokromil merupakan anti-inflamasi inhalasi untuk pencegahan asma. Obat ini akan menghambat aktivasi secara in vitro dan pembebasan mediator dari berbagai tipe sel berhubungan dengan asma termasuk eosinofil, neutrofil, makrofag, sel mast, monosit dan platelet. Nedokromil menghambat perkembangan respon bronko konstriksi baik awal dan maupun lanjut terhadap antigen terinhalasi.
                        Indikasi
Nedokromil diindikasikan untuk asma. Digunakan sebagai terapi pemeliharaan untuk pasien dewasa dan anak usia 6 tahun atau lebih pada asma ringan sampai sedang.
Dosis dan Cara Penggunaan
2 inhalasi , empat kali sehari dengan interval yang teratur untuk mencapai dosis 14 mg/hari.
Nedokromil dapat ditambahkan kepada obat pasien yang ada sebelumnya (seperti bronkodilator). Jika efek pengobatan tercapai dan asma terkendali, usaha untuk menurunkan penggunaan obat secara berturut-turut harus dilaksanakan secara perlahan-lahan.
Efek Samping
Efek samping yang terjadi pada penggunaan nedokromil bisa berupa batuk, faringitis, rinitis, infeksi saluran pernapasan atas, bronkospasma, mual, sakit kepala, nyeri pada dada dan pengecapan tidak enak.
Kontra Indikasi
Hipersensitif terhadap nedokromil atau komponen sediaan.
Peringatan
Bronkospasma akut : Nedokromil bukan bronkodilator, dan tidak digunakan untuk bronkospasma akut, khususnya status asmatikus.
Kehamilan : kategori B
Ibu menyusui : belum diketahui apakah obat terdistribusi ke dalam air susu.
Anak – anak : keamanan dan efikasi pada anak di bawah 6 tahun belum diketahui.


                        Perhatian
Sediaan inhalasi dapat menyebabkan batuk dan bronkospasma pada beberapa pasien. Jika terapi steroid inhalasi atau sistemik dihentikan, pasien harus dimonitor.
5.            Kortikosteroid
                        Mekanisme Kerja
Obat-obat ini merupakan steroid adrenokortikal steroid sintetik dengan cara kerja dan efek yang sama dengan glukokortikoid. Glukokortikoid dapat menurunkan jumlah dan aktivitas dari sel yang terinflamasi dan meningkatkan efek obat beta adrenergik dengan memproduksi AMP siklik, inhibisi mekanisme bronkokonstriktor, atau merelaksasi otot polos secara langsung. Penggunaan inhaler akan menghasilkan efek lokal steroid secara efektif dengan efek sistemik minimal.
Indikasi
Terapi pemeliharaan dan propilaksis asma, termasuk pasien yang memerlukan kortikosteoid sistemik, pasien yang mendapatkan keuntungan dari penggunaan dosis sistemik, terapi pemeliharaan asma dan terapi profilaksis pada anak usia 12 bulan sampai 8 tahun. Obat ini tidak diindikasikan untuk pasien asma yang dapat diterapi dengan bronkodilator dan obat non steroid lain, pasien yang kadang-kadang menggunakan kortikosteroid sistemik atau terapi bronkhitis non asma.
Efek Samping
Lokal : iritasi tenggorokan, suara serak, batuk, mulut kering, ruam, pernafasan berbunyi, edema wajah dan sindrom flu.
Sistemik : depresi fungsi Hypothalamic-Pituitary-Adrenal (HPA). Terjadinya kematian yang disebabkan oleh insufisiensi adrenal dan setelah terjadinya peralihan dari kortikosteroid sistemik ke aerosol.
Beclomethason: efek samping terjadi pada 3% pasien atau lebih, seperti sakit kepala, kongesti nasal, dismenorea, dispepsia, rhinitis, faringitis, batuk, infeksi saluran pernapasan atas, infeksi virus dan sinusitis.
Budesonid : efek samping terjadi pada 3% pasien atau lebih, seperti nyeri, sakit punggung, infeksi saluran pernapasan atas, sinusitis, faringitis, batuk, konjungtivitis, sakit kepala, rhinitis, epistaksis, otitis media, infeksi telinga, infeksi virus, gejala flu, perubahan suara.
Flunisolid : efek samping terjadi pada 3 % atau lebih pasien seperti palpitasi, nyeri dada, pusing, iritabilitas, nervous, limbung, mual, muntah, anoreksia, nyeri dada, infeksi saluran pernapasan atas, kongesti hidung dan sinus, pengecapan tidak enak, kehilangan indra penciuman dan pengecapan, edema, demam, gangguan menstruasi, eksim, gatal-gatal/pruritus, ruam, sakit tenggorokan, diare, lambung sakit, flu, kandidiasis oral, sakit kepala, rhinitis, sinusitis, gejala demam, hidung berair, sinusitis, infeksi/kerusakan pada sinus, suara serak, timbul sputum, pernafasan berbunyi, batuk, bersin dan infeksi telinga.
Flutikason : efek samping terjadi pada 3% atau lebih pasien seperti sakit kepala, faringitis, kongesti hidung, sinusitis, rhinitis, infeksi saluran pernapasan atas, influenza, kandidiasis oral, diare, disfonia, gangguan menstruasi, hidung berair, rhinitis alergi dan demam.
Triamsinolon : reaksi efek samping terjadi pada 3% atau lebih pasien seperti faringitis, sinusitis, sindrom flu, sakit kepala dan sakit punggung.
Kontra Indikasi
Bronkospasma akut yang membaik, terapi utama pada status asmatikus atau episode asma akut lain yang memerlukan tindakan intensif, hipersensitif terhadap beberapa komponen, infeksi jamur sistemik, kultur sputum menunjukkan hasil positif untuk Candida albicans.
Peringatan
Infeksi : terjadi infeksi jamur lokal yang disebabkan oleh Candida albicans atau Aspergillus niger pada mulut, faring dan secara umum pada laring. Kejadian infeksi secara klinik masih rendah dan mungkin memerlukan terapi anti jamur atau penghentian terapi aerosol steroid. Penggunaan kortikosteroid inhalasi harus disertai perhatian, termasuk pada pasien dengan infeksi TB saluran pernapasan pasif atau aktif, infeksi bakteri, parasit atau virus, atau herpes simpleks okular.
Asma akut : golongan kortikosteroid bukan merupakan bronkodilator dan tidak digunakan untuk menghilangkan bronkospama parah.
Bronkospasma : Bronkospasma dapat terjadi dengan peningkatan mengik (nafas berbunyi) setelah permberian obat, obati segera dengan bronkodilator inhalasi kerja cepat.
Kombinasi dengan Prednisolon : terapi kombinasi dari kortikosteroid inhalasi dengan kortikosteroid sistemik akan meningkatkan risiko supresi HPA, dibandingkan terapi dengan salah satu obat saja. Penggunaan kortikosteroid inhalasi disertai perhatian pada pasien yang telah menerima prednison.
Terapi Pengganti : perpindahan dari terapi steroid dapat menyebabkan kekambuhan kondisi alergi yang sebelumnya ditekan. Selama penghentian terapi steroid oral, beberapa pasien mungkin mengalami gejala-gejala tertentu yang berhubungan dengan penghentian obat tanpa mempengaruhi efek fungsi pernapasan pada dosis pemeliharaan atau perawatan.
Kehamilan : kategori C ; budesonid kategori B .
Kehamilan : Glukokortikoid diekskresikan pada air susu. Tidak diketahui apakah kortikosteroid inhalasi juga dieksresikan pada air susu, kemungkinan besar terekskresi ke dalam air susu.
Anak-anak : belum ada informasi yang memadai tentang keamanan penggunaan flutikason dan beklometason pada anak-anak kurang dari 6 tahun atau kurang dari 12 tahun. Monitor pertumbuhan anak-anak dan remaja karena ada bukti bahwa penggunaan kortikosteroid dosis tinggi pada waktu yang lama akan menekan pertumbuhan.
Perhatian
Penghentian steroid : selama penghentian steroid oral, beberapa pasien mungkin mengalami gejala penghentian terapi aktif dengan steroid sistemik (seperti contoh : sakit sendi atau otot, lelah, depresi) tanpa mempengaruhi efek fungsi pernapasan pada dosis pemeliharaan atau perawatan. Meskipun gejala ini bersifat sementara dan tidak parah, dapat menimbulkan keparahan dan bahkan kekambuhan asma jika dosis kortikosteroid sebelumnya melebihi dosis prednison 10mg/hari atau ekivalen.
Supresi HPA : Pada pasien yang responsif, kortikosteroid inhalasi memerlukan kontrol gejala asma dengan supresi HPA yang rendah. Karena obat-obat ini diabsorbsi dan bersifat aktif secara sistemik, efek yang bermanfaat dalam meminimaliskan atau mencegah disfungsi HPA hanya mungkin jika dosis yang direkomendasi tidak dilampaui. Observasi pasien setelah pemakaian atau selama terjadi penurunan fungsi adrenal.
Flunisolid : karena ada kemungkinan absorpsi sistemik yang lebih tinggi, monitor pasien yang menggunakan flunisolid (ada beberapa bukti terjadi efek steroid sistemik). Jika hal ini terjadi, hentikan penggunaan obat secara perlahan, sesuai dengan prosedur penghentian kortikosteroid oral. Jika flunisolid digunakan dalam waktu yang lama dengan dosis 2 mg/hari, monitoring pasien secara periodik terhadap efek HPA.
Glukoma : jarang terjadi kasus glukoma, peningkatan tekanan intraokular dan katarak juga terjadi setelah pemberian kortikosteroid inhalasi.
Efek jangka panjang : efek pemakaian glukokortikoid inhalasi belum diketahui. Meski belum ada bukti klinik terjadinya efek samping, efek lokal dan sistemik dari proses imunologi pada mulut, faring, trakea dan paru-paru belum diketahui.
Belum ada informasi tentang efek akut, berulang atau kronik pada infeksi paru-paru (termasuk tuberkulosis akut atau tidak aktif) atau efek pada paru-paru atau jaringan lain akibat penggunaan yang lama.
Infiltrasi Paru-paru : infiltrasi paru-paru dengan eosinofila mungkin terjadi pada penggunaan beklometason atau flunisolid.
Hambatan pada kecepatan pertumbuhan : ikuti pertumbuhan pada remaja setelah penggunaan kortikosteroid dan pertimbangkan manfaat terapi kortikosteroid dan pengendalian asma terhadap kemungkinan terjadi hambatan pertumbuhan.
Interaksi Secara Umum
Ketokonazol : inhibitor kuat dari sitokrom P450 3A4 yang dapat meningkatkan kadar plasma budesonid dan fluticason setelah pemberian secara bersamaan. Dampak klinik belum diketahui. Gunakan dengan perhatian.
6.            Antagonis Reseptor Leukotrien
A. Zafirlukast
                        Mekanisme Kerja
Zafirlukast adalah antagonis reseptor leukotrien D4 dan E4 yang selektif dan kompetitif, komponen anafilaksis reaksi lambat (SRSA - slow-reacting substances of anaphylaxis). Produksi leukotrien dan okupasi reseptor berhubungan dengan edema saluran pernapasan, konstriksi otot polos dan perubahan aktifitas selular yang berhubungan dengan proses inflamasi, yang menimbulkan tanda dan gejala asma.
                        Indikasi
Profilaksis dan perawatan asma kronik pada dewasa dan anak di atas 5 tahun.
Dosis dan Cara Penggunaan
Dewasa dan anak > 12 tahun : 20 mg, dua kali sehari
Anak 5 – 11 tahun : 10 mg, dua kali sehari.
Oleh karena makanan menurunkan bioavailabilitas zafirlukast, penggunaannya sekurang-kurangnya satu jam sebelum makan atau 2 jam setelah makan.
Efek Samping
Efek samping terjadi pada 3% pasien seperti sakit kepala, mual dan infeksi.
Kontra Indikasi
Hipersensitif terhadap komponen sediaan.
Peringatan
Serangan asma akut : zafirlukast tidak diindikasikan untuk penggunaan kekambuhan bronkospasma pada serangan asma akut, termasuk status asmatikus. Teruskan penggunaan zafirlukast selama terjadi keparahan asma akut.
Infeksi : terjadi peningkatan infeksi pada pasien lebih dari 55 tahun yang menggunakan zafirlukast dibandingkan pada pasien yang menggunakan plasebo.
Reaksi Hipersensitifitas : reaksi hipersensitifitas, seperti urtikaria, angiodema dan ruam dengan atau tanpa berair.
Gangguan fungsi hati : klirens zafirlukast menurun pada pasien yang mengalami kerusakan fungsi hati.
Pasien lanjut usia : klirens zafirlukast menurun pada pasien lanjut usia > 65 tahun, konsentrasi plasma maksimum (Cmax) dan area bawah kurva (AUC) dua kali lipat dibandingkan pasien lebih muda.
Kehamilan : kategori B
Ibu Menyusui : Zafirlukast diekskresikan pada air susu.
Anak-anak : keamanan dan efektifitas zafirlukast pada pasien kurang dari 5 tahun tidak diketahui.
Perhatian
Hepatoksisitas : meskipun jarang ; terjadi peningkatan satu atau lebih enzim liver pada pasien yang menggunakan zafirlukast. Hal ini umumnya terjadi pada penggunaan dosis 4 kali lebih besar dari dosis rekomendasi. Kasus yang lebih sering terjadi pada perempuan, gejala hepatitis tanpa sebab, hiperbilirubinemia tanpa peningkatan uji fungsi hati. Sebagian besar gejala akan hilang dan kembali normal/mendekati normal setelah zafirlukas dihentikan. Bila dicurigai terjadi gangguan fungsi hati hentikan pengobatan.
Eosinofilia : dapat terjadi eosinofilia, ruam pembuluh darah, gejala pulmonari yang lebih parah, komplikasi jantung, atau neuropati. Pada kasus yang lebih jarang, penggunaan zafirlukast bisa menyebabkan eosinifil sistemik. Hal ini biasanya, tapi tidak selalu, berhubungan dengan penurunan dosis kortikosteroid oral.
Interaksi Secara Umum
Zafirlukast dapat menginhibisi isoenzim sitokrom P450 2C9 dan 3A4, penggunaan zafirlukast bersamaan dengan obat-obat yang dimetabolisme oleh obat ini harus disertai perhatian.

Obat – obat yang dapat mempengaruhi zafirlukast adalah aspirin, eritromisin dan teofilin. Obat-obat yang dapat dipengaruhi zafirlukast adalah warfarin. Bioavailabilitas zafirlukast menurun jika digunakan bersamaan makanan. Oleh karena itu penggunaan zafirlukast sekurang-kurangnya satu jam sebelum makan atau dua jam setelah makan.
B.            Montelukast Sodium
                        Mekanisme Kerja
Montelukast adalah antagonis reseptor leukotrien selektif dan aktif pada penggunaan oral, yang menghambat reseptor leukotrien sisteinil (CysLT1). Leukotrien adalah produk metabolisme asam arakhidonat dan dilepaskan dari sel mast dan eosinofil. Produksi leukotrien dan okupasi reseptor berhubungan dengan edema saluran pernapasan, konstriksi otot polos dan perubahan aktifitas selular yang berhubungan dengan proses inflamasi, yang menimbulkan tanda dan gejala asma.
Indikasi
Profilaksis dan terapi asma kronik pada dewasa dan anak-anak > 12 bulan.
Efek Samping
Asma : efek samping terjadi lebih pada 3% pasien seperti influenza. Pada anak 6-12 tahun, efek samping yang terjadi dengan frekuensi 2 % adalah diare, laringitis, faringitis, mual, otitis, sinusitis, infeksi virus. Pada anak 2-5 tahun, efek samping yang terjadi dengan frekuensi 2% adalah rinorea, otitis, sakit telinga, bronkhitis, sakit lengan, rasa haus, bersin-bersin, ruam dan urtikaria.
Kontra Indikasi
Hipersensitivitas terhadap komponen sediaan.
Peringatan
Serangan asma akut : montelukast tidak diindikasikan untuk penggunaan serangan asma akut, termasuk status asmatikus. Beri nasehat kepada pasien untuk mengambil tindakan emergensi yang sesuai. Terapi montelukast dapat diteruskan selama terjadi kekambuhan asma akut.
Pasien lanjut usia : waktu paruh plasma menjadi lebih panjang pada pasien lanjut usia. Tidak diperlukan penyesuaian dosis.
Kehamilan : Kategori B.
Ibu menyusui : belum diketahui apakah montelukast diekskresikan ke dalam air susu.
􀂾 Perhatian
Bronkokonstriksi yang diinduksi aktivitas fisik: jangan menggunakan montelukast sebagai terapi tunggal. Pasien harus terus menggunakan regimen umum dari antagonis beta inhalasi sebagai profilaksis dan menggunakan agonis beta kerja cepat inhalasi untuk keadaan emergensi.
Penggunaan bersama kortikosteroid: selama penggunaan kortikosteroid inhalasi diturunkan, montelukast jangan dianggap sebagai pengganti kortikosteroid oral atau inhalasi.
Eosinofilia : dapat terjadi eosinofilia, ruam pembuluh darah, memperparah gejala pulmonari, komplikasi jantung, atau neuropati. Pada kasus yang lebih jarang, penggunaan montelukast bisa menyebabkan eosinifil sistemik. Hal ini mungkin berhubungan dengan penurunan dosis kortikosteroid oral.
Fenilketonuria : pasien fenilketonuria harus diberi peringatan bahwa 4-5 mg tablet kunyah mengandung fenilalanin.
Interaksi Secara Umum
Fenobarbital dan prednison mungkin berinteraksi dengan montelukast.
C.            Zilueton
                        Mekanisme Kerja
Zilueton adalah inhibitor spesifik 5-lipoksigenase dan selanjutnya menghambat pembentukan (LTB1, LTC1, LTD1, Lte1).
Indikasi
Profilaksis dan terapi asma kronik pada dewasa dan anak > 12 tahun.
Dosis dan Cara Penggunaan
Dosis zilueton untuk terapi asma adalah 600 mg, 4 kali sehari. Untuk memudahkan pemakaian, zilueton dapat digunakan bersama makanan dan pada malam hari.
Efek Samping
Efek samping terjadi pada 3% pasien atau lebih seperti sakit kepala, nyeri, sakit perut, rasa lelah, dispepsia, mual, myalgia.
Kontra Indikasi
Pasien penyakit liver atau kenaikan transaminase 3 kali atau lebih di atas normal, hipersensitivitas terhadap zilueton atau beberapa komponen sediaan.
Peringatan
Hepatoksisitas : kenaikan satu level atau lebih pada hasil tes fungsi hati mungkin terjadi selama terapi menggunakan zilueton. Hasil laboratorium ini mungkin terus naik, tetap atau menurun selama terapi.
Serangan asma akut: zilueton tidak diindikasikan untuk penggunaan dalam kekambuhan bronkospasma pada serangan asma akut, termasuk status asmatikus.
Hematologi : penurunan jumlah sel darah putih (2,8 x 109/L) terjadi pada 1% dari 1678 pasien yang menggunakan zilueton dan 0,6% dari 1056 pasien yang menggunakan plasebo.
Gangguan fungsi hati : pada pasien yang mengkonsumsi alkohol atau ada riwayat penyakit liver, penggunaan zilueton harus disertai perhatian.
Kehamilan : kategori C
Ibu menyusui : zilueton dan metabolitnya diekskresikan pada air susu hewan pengerat. Belum diketahui pada air susu manusia.
Anak-anak : keamanan dan efektifitas penggunaan zilueton pada anak-anak belum diketahui.
Perhatian
Monitoring transaminase pada saat awal dan selama terapi dengan zilueton. Monitor serum ALT sebelum memulai terapi, sebulan sekali pada 3 bulan pertama terapi, setiap 2-3 bulan pada sisa awal tahun pertama dan secara periodik selama pasien menerima terapi zilueton. Jika terjadi peningkatan disfungsi hati atau terjadi kenaikan transaminase, hentikan terapi dan terus dipantau level transaminase sampai normal.
Interaksi Secara Umum
Mikrosom hati telah menunjukkan bahwa zilueton dan metabolitnya (N-dehidroksilasi) dapat mengalami metabolisme oksidatif oleh isoenzim 1A2, 2C9 dan 3A4 sitokrom P450. Gunakan dengan perhatian jika meresepkan obat-obat yang menghambat enzim-enzim ini. Obat-obat yang dapat dipengaruhi zilueton adalah propranolol, terfenadin, teofilin dan warfarin.
Obat-obat yang mempengaruhi zilueton adalah digoksin, kontrasepsi oral, fenitoin dan prednison.
7.            Obat-Obat Penunjang
A. Ketotifen Fumarat
                        Mekanisme Kerja
Ketotifen adalah suatu antihistamin yang mengantagonis secara nonkompetitif dan relatif selektif reseptor H1, menstabilkan sel mast dan menghambat penglepasan mediator dari sel-sel yang berkaitan dengan reaksi hipersensitivitas.
Indikasi
Manajemen profilaksis asma. Untuk mendapatkan efek maksimum dibutuhkan waktu beberapa minggu. Ketotifen tidak dapat digunakan untuk mengobati serangan asma akut.
Dosis dan Cara Penggunaan
Ketotifen digunakan dalam bentuk fumarat, dosisnya dinyatakan dalam bentuk basanya : 1, 38 mg ketotifen fumarat ekivalen dengan 1 mg ketotifen.
Efek Samping
Mulut kering, mengantuk dan rasa malas, meningkatkan nafsu makan, menaikkan berat badan, stimulasi susunan saraf pusat dan reaksi kulit parah.
Perhatian
Terapi dengan kortikosteroid oral yang diturunkan dosisnya atau dihentikan pada pasien asma mungkin harus dikembalikan ke dosis semula jika gejala seperti ini semakin parah : infeksi, trauma dan perubahan antigen. Kekambuhan asma dilaporkan telah terjadi, oleh karena itu, terapi dengan anti asma sebelumnya harus dilanjutkan selama sekurang-kurangnya dua minggu setelah dimulai terapi ketotifen. Ketotifen tidak bisa digunakan untuk pengobatan serangan asma akut.
Interaksi
Penggunaan bersamaan ketotifen dengan anti diabetes oral akan menurunkan jumlah platelet, jadi penggunaannya secara bersama-sama harus dihindari. Ketotifen dapat meningkatkan efek depresan dari obat yang mempengaruhi susunan saraf pusat seperti antihistamin lain, hipnotik dan sedatif.

B.            N-Asetilsistein
                        Mekanisme Kerja
Aksi mukolitik asetilsistein berhubungan dengan kelompok sulfhidril pada molekul, yang bekerja langsung untuk memecahkan ikatan disulfida antara ikatan molekular mukoprotein, menghasilkan depolimerisasi dan menurunkan viskositas mukus. Aktivitas mukolitik pada asetilsistein meningkat seiring dengan peningkatan pH.
Indikasi
Asetilsistein merupakan terapi tambahan untuk sekresi mukus yang tidak normal, kental pada penyakit bronkopulmonari kronik (emfisema kronik, emfisema pada bronkhitis, bronkhitis asma kronik, tuberkulosis, amiloidosis paru-paru);dan penyakit bronkopulmonari akut (pneumonia, bronkhitis, trakeobronkhitis).


Efek Samping
Stomatitis, mual, muntah, demam, rhinorea, mengantuk, berkeringat, rasa sesak di dada, bronkokonstriksi, bronkospasma, iritasi trakea dan bronkial.
Kontra Indikasi
Hipersensitifitas terhadap asetilsistein.
Peringatan
Asetilsistein digunakan dengan perhatian pada pasien asma, riwayat penyakit tukak lambung (obat menginduksi mual, muntah dan meningkatkan hemoragi pada pasien dan teori yang menyatakan bahwa mukolitik akan menghambat barier mukosa lambung.